Minggu, 11 November 2012

Penyakit Kaki Gajah(Filariasis)




Filariasis
Filariasis adalah penyakit menular ( Penyakit Kaki Gajah ) yang disebabkan oleh cacing Filaria yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Penyakit ini bersifat menahun ( kronis ) dan bila tidak mendapatkan pengobatan dapat menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan dan alat kelamin baik perempuan maupun laki-laki. Akibatnya penderita tidak dapat bekerja secara optimal bahkan hidupnya tergantung kepada orang lain sehingga memnjadi beban keluarga, masyarakat dan negara. Di Indonesia penyakit Kaki Gajah tersebar luas hampir di Seluruh propinsi. Berdasarkan laporan dari hasil survei pada tahun 2000 yang lalu tercatat sebanyak 1553 desa di 647 Puskesmas tersebar di 231 Kabupaten 26 Propinsi sebagai lokasi yang endemis, dengan jumlah kasus kronis 6233 orang. Hasil survai laboratorium, melalui pemeriksaan darah jari, rata-rata Mikrofilaria rate (Mf rate) 3,1 %, berarti sekitar 6 juta orang sudah terinfeksi cacing filaria dan sekitar 100 juta orang mempunyai resiko tinggi untuk ketularan karena nyamuk penularnya tersebar luas. Untuk memberantas penyakit ini sampai tuntas.

1. Definisi Penyakit Filariasis (Kaki Gajah)
Filariasis adalah penyakit zoonosis menular yang banyak ditemukan di wilayah tropika seluruh dunia. Penyebabnya adalah infeksi oleh sekelompok cacing nematoda parasit yang tergabung dalam superfamilia Filarioidea. Gejala yang umum terlihat adalah terjadinya elefantiasis, berupa membesarnya tungkai bawah (kaki) dan kantung zakar (skrotum), sehingga penyakit ini secara awam dikenal sebagai penyakit kaki gajah. Walaupun demikian, gejala pembesaran ini tidak selalu disebabkan oleh filariasis.
Filariasis biasanya dikelompokkan menjadi tiga macam, berdasarkan bagian tubuh atau jaringan yang menjadi tempat bersarangnya: filariasis limfatik, filariasis subkutan (bawah jaringan kulit), dan filariasis rongga serosa (serous cavity

2. Penyebab Filariasis (Kaki Gajah)
            Penyakit ini disebabkan oleh 3 spesies cacing filarial : Wuchereria Bancrofti, Brugia Malayi, Brugia Timori. cacing ini menyerupai benang dan hidup dalam tubuh manusia terutama dalam kelenjar getah bening dan darah. Cacing ini dapat hidup dalam kelenjar getah bening manusia selama 4 - 6 tahun dan dalam tubuh manusia cacing dewasa betina menghasilkan jutaan anak cacing (microfilaria) yang beredar dalam darah terutama malam hari. Penyebarannya diseluruh Indoensia baik di pedesaan maupun diperkotaan..Nyamuk merupakan vektor filariasis Di Indonesia ada 23 spesies nyamuk yang diketahui bertindak sebagai vektor dari genus: mansonia, culex, anopheles, aedes dan armigeres. Diantaranya yaitu:
a)             W. bancrofti perkotaan vektornya culex quinquefasciatus
b)            W. bancrofti pedesaan: anopheles, aedes dan armigeres
c)             B. malayi : mansonia spp, an.barbirostris.
d)            B. timori : an. barbirostris.
Mikrofilaria mempunyai periodisitas tertentu tergantung dari spesies dan tipenya.Di Indonesia semuanya nokturna kecuali type non periodic Secara umum daur hidup ketiga spesies sama Tersebar luas di seluruh Indonesia sesuai dengan keadaan lingkungan habitatnya. ( Got, sawah, rawa, hutan )

Cacing Dewasa Atau Makrofilaria
            Berbentuk silindris, halus seperti benang, putih dan hidup di dalam sisitem
limfe. Ukuran 55 – 100 mm x 0,16 mm dan Cacing jantan lebih kecil: 55 mm x 0,09 mm. Berkembang secara ovovivipar
Mikrofilaria
            Merupakan larva dari makrofilaria sekali keluar jumlahnya puluhan ribu. Mempunyai sarung. 200 – 600 X 8 um. Didalam tubuh nyamuk mikrofilaria yang diisap nyamuk akan berkembang dalam otot nyamuk.Setelah 3 hari menjadi larva L1, 6 hari menjadi larva L2, 8-10 hari untuk brugia atau 10 – 14 hari untuk wuchereria akan menjadi larva L3. Larva L3 sangat aktif dan merupakan larva infektif.ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk (tetapi tidak seperti malaria). Manusia merupakan hospes definitive Hampir semua dapat tertular terutama pendatang dari daerah non-endemik Beberapa hewan dapat bertindak sebagai hospes reservoir.
Faktor yang mempengaruhi :
a)      Lingkungan fisik :Iklim, Geografis, Air dan lainnnya,
b)      Lingkungan biologik: lingkungan Hayati yang mempengaruhi penularan; hutan, reservoir, vector
c)      Lingkungan social – ekonomi budaya : Pengetahuan, sikap dan perilaku, adat Istiadat, Kebiasaan         dan sebagainya.
d)      Ekonomi: Cara Bertani, Mencari Rotan, Getah Dsb
            Penularan dapat terjadi apabila ada 5 unsur yaitu sumber penular (manusia dan hewan),
Parasit , Vektor, Manusia yang rentan, Lingkungan (fisik, biologik dan sosial-ekonomi-
budaya)

Eliminasi Filaria
bertujuan pemutusan rantai penularan dengan pengobatan Massal (MDA) pada penduduk yang beresiko (population at risk) thd Filariasis dan Disability prevention and Control : ditingkat masyarakat(CHBC) pada kasus : limfedema, hidrokel dan Limfedema / hidrokel dengan serangan akut serta ditingkat RS pada kasus : Perbaikan / operasi Hidrokel , limfedema skrotum Filaria belum bisa tereliminasi karena :
1.  Belum adanya kesamaan persepsi tentang kegiatan Eliminasi Kaki Gajah
2.  Kab/kota Eliminasi Kaki Gajah belum merupakan prioritas
3.  Issue Eliminasi Kaki Gajah belum terangkat ke permukaan sehingga belum banyak diketahui
3. Cara Penularan Filariasis (Kaki Gajah)
Seseorang dapat tertular atau terinfeksi penyakit kaki gajah apabila orang tersebut digigit nyamuk yang infektif yaitu nyamuk yang mengandung larva stadium III ( L3 ). Nyamuk tersebut mendapat cacing filarial kecil ( mikrofilaria ) sewaktu menghisap darah penderita mengandung microfilaria atau binatang reservoir yang mengandung microfilaria. Siklus Penularan penyakit kaiki gajah ini melalui dua tahap, yaitu perkembangan dalam tubuh nyamuk ( vector ) dan tahap kedua perkembangan dalam tubuh manusia (hospes) dan reservoair.

4.  Tanda dan Gejala Filariasis (Kaki Gajah)
A.    Gejala klinis
Gejala klinis akut filariasis, berupa :
1.     Demam berulang ulang selama 3-5 hari. Demam dapat hilang bila istirahat dan timbul lagi setelah bekerja berat.
2.     Pembengkakan kelenjar getah bening (tanpa ada luka) didaerah lipatan paha, ketiak(lymphadentitis) yang tampak kemerahan, panas dan sakit.
3.      Radang saluran kelenjar getah bening yang terasa panas dan sakit menjalar dari pangkal kaki atau pangkal lengan ke arah ujung (retrograde lymphangitis).
4.     Filarial abses akibat seringnya menderita pembengkakan kelenjar getah bening, dapat pecah dan mengeluarkan nanah serta darah.
5.     Pembesaran tungkai, lengan, buah dada, kantong zakar yang terlihat agak kemerahan dan terasa panas (Early Imphodema).
B.     Gejala kronis Filariasis berupa :
1.      Pembesaran yang menetap (elephantiasis) pada tungkai,
2.      lengan, buah dada, buah zakar (elephantiasis skroti)
5.  Diagnosis Filariasis (Kaki Gajah)
            Filariasis dapat ditegakkan secara Klinis ; yaitu bila seseorang tersangka Filariasis ditemukan tanda-tanda dan gejala akut ataupun kronis ; dengan pemeriksaan darah jari yang dilakukan mulai pukul 20.00 malam waktu setempat, seseorang dinyatakan sebagai penderita Filariasis, apabila dalam sediaan darah tebal ditemukan mikrofilaria. Pencegahan ; adalah dengan berusaha menghindarkan diri dari gigitan nyamuk vector ( mengurangi kontak dengan vector) misalnya dengan menggunakan kelambu bula akan sewaktu tidur, menutup ventilasi rumah dengan kasa nyamuk, menggunakan obat nyamuk semprot atau obat nyamuk baker, mengoles kulit dengan obat anti nyamuk, atau dengan cara memberantas nyamuk ; dengan membersihkan tanaman air pada rawa-rawa yang merupakan tempat perindukan nyamuk, menimbun, mengeringkan atau mengalirkan genangan air sebagai tempat perindukan nyamuk ; membersihkan semak-semak disekitar rumah
           Selain elefantiasis, bentuk serangan yang muncul adalah kebutaan Onchocerciasis akibat infeksi oleh Onchocerca volvulus dan migrasi microfilariae lewat kornea. Filariasis ditemukan di daerah tropis Asia, Afrika, Amerika Tengah dan Selatan, dengan 120 juta manusia terjangkit. WHO mencanangkan program dunia bebas filariasis pada tahun 2020.

6.   Masa inkubasi Peyakit Filariasis (Kaki Gajah)
Berbeda dengan penyakit demam berdarah yang penularannya melalui satu jenis nyamuk, penyakit kaki gajah dapat ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Nyamuk-nyamuk ini bekerja pada malam hari. Jadi, ketika nyamuk menghisap darah, mikrofilaria akan terhisap dan masuk ke dalam badan nyamuk. Suatu saat, mikrofilaria itu ditularkan kepada orang lain sewaktu nyamuk menggigitnya. Pada tubuh nyamuk, mikrofilaria hanya mengalami perubahan bentuk dan tidak berkembang biak. Ukuran mudahnya seseorang terkena filariasis tergantung dari kekebalan tubuh seseorang. Ibaratnya, kalau tubuh sehat, seribu kali gigitan mungkin baru terkena kaki gajah.
Pada tahap awal, gejala filariasis berupa demam yang berulang 1-2 kali atau lebih setiap bulan selama 3-5 hari terutama bila bekerja berat. Seseorang yang terinfeksi mikrofilaria selama 10-14 hari, paling berisiko dalam menularkan penyakit kaki gajah karena kelihatan seperti orang normal tanpa gejala. Dan masa inkubasi inkubasi cacing filariasis memerlukan waktu 28 hari.
Cacing filaria dapat hidup antara 6-10 tahun dan ukurannya antara 2 cm-7 cm. Mikrofilaria ini hidup dan bertelur dalam darah. Setelah cacing itu hidup di tubuh manusia, maka penderita yang terserang mengalami gejala panas disertai demam selama satu minggu, linu pada bagian tulang, gatal-gatal, sakit kepala dan sakit otot. Pada stadium akut akan terjadi demam berulang yang disertai radang kelenjar dan saluran limfe. Gejala tersebut akan hilang dan kemudian timbul lagi selama kira-kira dua pekan.
Proses penyebaran penyebaran penyakit filariasis/penyakit kaki gajahSeperti parasit, kehadiran mikrofilaria dalam tubuh dapat mengganggu metabolisme dalam tubuh yang menyumbat pembuluh dan kelenjar limfe sehingga tidak dapat mengalir ke seluruh bagian tubuh dengan lancar. Seperti pembengkakan kelenjar getah bening (tanpa ada luka) di daerah lipatan paha, ketiak (lymphadenitis) yang tampak kemerahan, panas dan sakit ; radang saluran kelenjar getah bening yang terasa panas dan sakit yang menjalar dari pangkal kaki atau pangkal lengan ke arah ujung (retrograde lymphangitis); filarial abses akibat seringnya menderita pembengkakan kelenjar getah bening, dapat pecah dan mengeluarkan nanah serta darah; pembesaran tungkai lengan, buah dada, buah zakar yang terlihat agak kemerahan dan terasa panas (early lymphodema).

7.  Epidemiologi penyakit Filariasis (Kaki Gajah)
Epidemiologi filariasis limfatik
             Filariasis ditemukan di daerah tropis Asia, Afrika, Amerika Tengah dan Selatan, dengan 120 juta manusia terjangkit. WHO mencanangkan program dunia bebas filariasis pada tahun 2020. Khusus di Indonesia, yang ditemukan hanyalah filariasis limfatik (kaki gajah = elephantiasis).
             Penyakit ini berisiko pada lebih dari 1 miliar orang pada lebih 80 negara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih 120 juta orang sudah terinfeksi dan 40 juta orang tidak teratasi secara serius. Daerah endemis filariasis tersebar luas di daerah tropis dan subtropis di seluruh dunia termasuk Asia, Afrika, China, Pasifik dan sebagian Amerika.
            Di Indonesia kasus filariasis telah dilaporkan terjadi di berbagai daerah antara lain di Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Papua, Kalimantan Timur, Jawa Tengah, Tangerang dan lebih 17 Kabupaten di Jawa Barat. Faktanya di Indonesia penyakit ini tersebar luas hampir di seluruh provinsi.
           Berdasarkan hasil survei pada tahun 2000 tercatat sebanyak 1.553 desa di 647 Puskesmas tersebar di 231 kabupaten 26 provinsi sebagai lokasi yang endemis, dengan jumlah kasus kronis 6233 orang.
           Hasil survei laboratorium, melalui pemeriksaan darah jari, rata-rata Mikrofilaria rate (Mf rate) 3,1 persen, berarti sekitar 6 juta orang sudah terinfeksi cacing filaria dan sekitar 100 juta orang mempunyai risiko tinggi untuk ketularan karena nyamuk penularnya tersebar luas.
           Diduga lebih 73 spesies nyamuk dari genus Anopheles, Aedes, Culex dan Mansonia dapat mendukung perkembangan cacing filaria. Pengendalian penyakit filariasis ini adalah perlu segera dilaksanakan mengingat kejadiannya terus meningkat setiap tahunnya. Salah satu pengawasan yang dilakukan adalah deteksi dini pada orang di daerah endemis dan pengobatan dengan segera bagi orang yang sudah terinfeksi.
8.  Pengobatan Peyakit Filariasis (Kaki Gajah)
Dietilkarbamasin adalah satu-satunya obat filariasis yang ampuh baik untuk filariasis bancrofti maupun malayi, bersifat makrofilarisidal dan mikrofilarisidal. ()bat ini ampuh, aman dan murah, tidak ada resistensi obat, tetapi memberikan reaksi samping sistemik dan lokal yang bersifat sementara dan mudah diatasi dengan obat simtomatik. Dietilkarbamasin tidak dapat dipakai untuk khemoprofilaksis.
Pengobatan diberikan oral sesudah makan malam, diserap cepat, mencapai konsentrasi puncak dalam darah dalam 3 jam,dan diekskresi melalui air kemih. Dietilkarbamasin tidak diberikanpada anak berumur kurang dari 2 tabula, ibu hamil/menyusui, dan penderita sakit berat atau dalam keadaan lemah. Pada filariasis bancrofti, Dietilkarbamasin diberikan selama 12 hari sebanyak 6 mg/kg berat badan, sedangkan untuk filariasis malayi diberikan 5 mg/kg berat badan selama 10 hari. Pada occult filariasis dipakai dosis 5 mg/kg BB selama 2 3 minggu. Pengobatan sangat baik hasilnya pada penderita dengan mikrofilaremia, gejala akut, limfedema, chyluria dan elephantiasis dini. Sering diperlukan pengobatan lebih dari 1 kali untuk mendapatkan penyembuhan sempurna. Elephantiasis dan hydrocele memerlukan penanganan ahli bedah. Reaksi samping Dietilkarbamasin sistemik berupa demam, sakit kepala, sakit pada otot dan persendian, mual, muntah, menggigil, urtikaria, gejala asma bronkial sedangkan gejala lokal berupa limfadenitis, limfangitis, abses, ulkus, funikulitis, epididimitis, orchitis dan limfedema. Reaksi samping sistemik terjadi beberapa jam setelah dosis pertama, hilang spontan setelah 2 5 hari dan lebih sering terjadi pada penderita mikrofilaremik.             Reaksi samping lokal terjadi beberapa hari setelah pemberian dosis pertama, hilang spontan setelah beberapa hari sampai beberapa minggu dan sering ditemukan pada penderita dengan gejala klinis. Reaksi samping mudah diobati dengan obat simptomatik.
Reaksi samping ditemukan lebih berat pada pengobatan filariasis brugia, sehingga dianjurkan untuk menurunkan dosis harian sampai dicapai dosis total standar, atau diberikan tiap minggu atau tiap bulan. Karena reaksi samping Dietilkarbamasin sering menyebabkan penderita menghentikan pengobatan, maim diharapkan dapat dikembangkan obat lain (seperti Ivermectin) yang tidak/kurang memberi efek samping sehingga lebih mudah diterima oleh penderita.

9.  pencegahan Peyakit Filariasis (Kaki Gajah)
Usaha pencegahan Filariasis yang dapat dilakukan oleh masyarakat adalah sebagai berikut :
a.Berusaha menghindarkan dari gigitan nyamuk vektor (mengurangi kontak dengan vektor) dengan cara :
1. Menggunakan kelambu sewaktu tidur
2. Menutup  lubang ventilasi rumah dengan kawat kasa nyamuk.
3. Menggunakan obat nyamuk semprot atau obat nyamuk  bakar.
4. Mengoles kulit dengan obat anti nyamuk (repellen)
b.Pemberantasan nyamuk :
1. Pembersihan tanaman air pada rawa rawa yang merupakan tempat perindukan nyamuk
2. Menimbun mengeringkan atau mengalirkan genangan air sebagai tempat perindukan nyamuk
3. Pembersihan semak semak disekitar rumah.
       WHO sudah menetapkan Kesepakatan Global (The Global Goal of Elimination of Lymphatic Filariasis as a Public Health problem by The Year 2020). Program eliminasi dilaksanakan melalui pengobatan massal dengan DEC dan Albendazol setahun sekali selama 5 tahun di lokasi daerah endemis dan perawatan kasus klinis baik yang akut maupun kronis untuk mencegah kecacatan dan mengurangi penderitaannya.












Daftar Pustaka

Zaen, Umar. 2010. filariasis di indonesia. Http/: waspadamedan.com . Diakses pada tanggal 06 April 2010
________. 2010 . Karena Cacing Mini. http://www.beritaindonesia.co.id. Diakses pada tanggal 06 April 2010


1 komentar:

  1. sangat bermanfaat, terima kasih atas informasinya, semoga anda pajang umur sehat selalu

    BalasHapus