TUGAS KELOMPOK ISBD
(HUKUM)
Nama kelompok :
Abdul Basith Al Zufri
Ahmad kahfi
Anton ismail
Ceppy endang
Ramlan
Rokayah
D3 KEPERAWATAN STIKES KHARISMA KARAWANG
TAHUN AKADEMIK 2012/2013
DAFTAR
ISI
Kata Pengantar
Puji syukur
kehadirat Allh SWT yang telah memberi nikmat lahir maupun batin, atas
karunianya kami dapat menyelesaikain makalah ini dengan tepat waktu.
Penulis menyadari
bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak dapat kekurangan, atas dukungan
dari teman-teman semua kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik walaupun
masih banyak kekurangan.
Harapan kami
kedepannya semoga makalah ini bermanfaat bagi para
pembaca.
Karawang,13
November 2012
Tim Penulis
BAB 1
Pendahuluan
A.Latar belakang
Manusia adalah makhluk sosial
artinya manusia tidak dapat hidup sendiri. Dengan kata lain manusia hidup
memerlukan bantuan orang lain.
Adapun manusia selalu memerlukan bantuan orang lain atau selalu hidup bermasyarakat adalah :
1. untuk memenuhi kebutuhan makan dan minum.
2. untuk membela diri.
3. untuk memperoleh keturunan.
Singkatnya, manusia memerlukan orang lain untuk mempertahankan kehidupannya. Tidaklah mungkin ada orang yang dapat hidup sendirian tanpa interaksi dengan orang lain.
Dalam berinteraksi dengan orang lain pasti terdapat konflik kepentingan antara orang yang satu dengan yang lainnya. Karena tiap orang mempunyai keinginan, keperluan dan kebutuhan sendiri-sendiri. Sehingga akan terjadilah perselisihan dalam kehidupan bersama apabila terdapat konflik kepentingan. Golongan yang kuat mengalahkan dan menindas golongan yang lemah.
Oleh karena itulah, agar adanya suatu kedamaian atau untuk mencegah perpecahan dalam kehidupan bermasyarakat diperlukan suatu peraturan-peraturan atau kaedah-kaedah yang disebut hukum. Demikianlah latar belakang yang menyebabkan munculnya hukum.
Adapun manusia selalu memerlukan bantuan orang lain atau selalu hidup bermasyarakat adalah :
1. untuk memenuhi kebutuhan makan dan minum.
2. untuk membela diri.
3. untuk memperoleh keturunan.
Singkatnya, manusia memerlukan orang lain untuk mempertahankan kehidupannya. Tidaklah mungkin ada orang yang dapat hidup sendirian tanpa interaksi dengan orang lain.
Dalam berinteraksi dengan orang lain pasti terdapat konflik kepentingan antara orang yang satu dengan yang lainnya. Karena tiap orang mempunyai keinginan, keperluan dan kebutuhan sendiri-sendiri. Sehingga akan terjadilah perselisihan dalam kehidupan bersama apabila terdapat konflik kepentingan. Golongan yang kuat mengalahkan dan menindas golongan yang lemah.
Oleh karena itulah, agar adanya suatu kedamaian atau untuk mencegah perpecahan dalam kehidupan bermasyarakat diperlukan suatu peraturan-peraturan atau kaedah-kaedah yang disebut hukum. Demikianlah latar belakang yang menyebabkan munculnya hukum.
B.Rumusan Masalah
1. Apa pengertian hukum?
2. Apa Fungsi Hukum?
3. Apa Macam-macam hukum?
C.Tujuan
1. mengetahui apa itu Hukum
2. mengetahui Fungsi Hukum
3. Mengetahui macam-macam hukum
D.Manfaat
1.
Dapat menambah pengetahuan dan wawasan tentang hokum
2.
Melatih untuk mengidentifikasikan suatu permasalahan hokum
3.
berdasarkan berbagai faktor
4.
Melatih mencari solusi dari suatu permasalahan dalam masalah hukum
BAB II
TEORI
A. Pengertian Hukum
Hukum
hanya sebagai kumpulan peraturan yang tidak hanya mengikat masyarakat tetapi
juga hakim. Undang-undang adalah sesuatu yang berbeda dari bentuk dan isi
konstitusi; karena kedudukan itulah undang-undang mengawasi hakim dalam
melaksanakan jabatannya dalam menghukum orang-orang yang bersalah. Aristotele
Hukum
adalah semua aturan yang mengandung pertimbangan kesusilaan ditinjau kepada
tingkah laku manusia dalam masyarakat dan yang menjadi pedoman
penguasa-penguasa negara dalam melakukan tugasnya. Mr. E.M. Mayers
hukum
adalah tingkah laku para anggota masyarakat, aturan yang daya penggunaannya
pada saat tertentu diindahkan oleh suatu masyarakat sebagai jaminan dari
kepentingan bersama terhadap orang yang melanggar peraturan itu. Duguit
Hukum
adalah himpunan petunjuk hidup –perintah dan larangan– yang mengatur tata
tertib dalam suatu masyarakat, dan seharusnya ditaati oleh seluruh anggota
masyarakat yang bersangkutan, oleh karena itu pelanggaran petunjuk hidup
tersebut dapat menimbulkan tindakan oleh pemerintah atau penguasa itu. E.
Utrecht
Bahwa
hukum adalah semua aturan (norma) yang harus dituruti dalam tingkah laku
tindakan-tindakan dalam pergaulan hidup dengan ancaman mesti mengganti kerugian
jika melanggar aturan-aturan itu akan membahayakan diri sendiri atau harta,
umpamanya orang akan kehilangan kemerdekaannya, didenda dan sebagainya. M.H.
Tirtaamidjata, S.H.,
B. Sejarah Hukum
Sebagai suatu disiplin ilmu, sejarah hukum tergolong
pegetahuanyang masih
muda dan belum banyak dikenal bahkan dikalangan fakar hukum sendiri sehingga
pertumbuhan dan perkembangannya belummenggembirakan. Hal ini mungkin sekali disebabkan oleh
belumdisadarinya
betapa pentingnya disiplin ilmu baru ini dalam menunjang danmemahami ilmu pengetahuan hukum, khususnya hukum
positif.Menurut John Gillisen dan Frist
Gorlé, terdapat manfaat yang besar dalam mempelajari sejarah hukum
dengan alasan-alasan sebagai berikut :
1.Hukum tidak hanya berubah dalam ruang dan letak
(Hukum Belgia,Hukum Amerika, Hukum
Indonesia, dan sebagainya), malainkan jugadalam lintasan waktu. Hal ini
berlaku bagi sumber-sumber hukum formil,yakni bentuk-bentuk penampakan diri
norma-norma hukum, maupun isinorma-norma hukum itu sendiri (sumber-sumber hukum
materiil).
2.Norma-norma hukum dewasa ini sering kali hanya
dapat dimengertimelalui sejarah hukum.
3.Sedikit banyak mempunyai pengertian mengenai
sejarah hukum, padahakikatnya merupakan suatu pegangan penting bagi
yuris pemula untukmengenal budaya dan pranata hukum.
4.Hal ikhwal yang teramat penting di sini adalah
perlindungan hak asasimanusia
terhadap perbuatan semena-mena bahwa hukum diletakandalam perkembangan sejarahnya
serta diakui sepenuhnya sebagaisesuatu gejala histories.
C. Macam-macam hukum
D. Hukum Pidana
Adalah
peraturan hukum mengenai pidana. Kata “pidana” berarti hal yang
“dipidanakan” yaitu oleh instansi yang berkuasa dilimpahkan kepada seorang
oknum sebagai hal yang tidak enak dirasakannya dan juga hal yang tidak
sehari-hari dilimpahkan. F. WIRJONO PRODJODIKORO
Hukum
pidana adalah hukum yang mengatur tentang pelanggaran-pelanggaran dan
kejahatan-kejahatan terhadap kepentingan umum, perbuatan mana diancam dengan
hukuman yang merupakan suatu penderitaan atau siksaan. C.S.T
KANSIL
Hukum
pidana itu terdiri dari norma-norma yang berisi keharusan-keharusan dan
larangan-larangan yang (oleh pembentuk UU) telah dikaitkan dengan suatu sanksi
berupa hukuman yakni suatu penderitaan yang bersifat khusus. Dengan demikian
dapat juga dikatakan bahwa hukum pidana itu merupakan suatu sistem norma yang
menentukan terhadap tindakan-tindakan yang mana (hal melakukan sesuatu atau
tidak melakukan sesuatu dimana terdapat suatu keharusan untuk melakukan
sesuatu) dan dalam keadaan-keadaan bagaimana hukuman itu dapat dijatuhkan serta
hukuman yang bagaimana yang dapat dijatuhkan bagi tindakan-tindakan tersebut.
(pengertian ini nampaknya dalam arti hukum pidana materil). G. WLG. LEMAIRE
Hukum
Pidana adalah Keseluruhan dasar dan aturan yang dianut
oleh negara dalam kewajibannya untuk menegakkan hukum, yaitu dengan melarang
apa yang bertentangan dengan hukum (onrecht) dan mengenakan suatu nestapa
(penderitaan kepada yang melanggar larangan tersebut). D. VAN HAMEL
E. Hukum Perdata
Adalah
hukum yang mengatur kepentingan warga negara perseorangan yang satu
dengan perseorangan yang lainnya. Sri Sudewi Masjchoen Sofwan
Adalah
seperangkat aturan-aturan yang mengatur orang atau badan hukum yang satu dengan
orang atau badan hukum yang lain didalam masyarakat yang menitikberatkan kepada
kepentingan perseorangan dan memberikan sanksi yang keras atas pelanggaran yang
dilakukan sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata. Ronald G. Salawan
Adalah
hukum yang mengatur kepentingan perseorangan yang satu dengan perseorangan yang
lainnya. Prof. Soediman Kartohadiprodjo, S.H.
Adalah
hukum antar perseorangan yang mengatur hak dan kewajiban perseorangan yang satu
terhadap yang lain didalam hubungan berkeluarga dan dalam pergaulan
masyarakat. Sudikno Mertokusumo
F. Hukum Islam
adalah
hukum yang bersumber pada nilai-nilai keislaman yang berasal dari dalil-dalil
agama Islam. Bentuk hukumnya dapat berupa kesepakatan, larangan, anjuran,
ketetapan dan sebagainya islam
G. Hukum Internasional
Hukum
internasional adalah keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-asas hukum yang
mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas-batas negara (hubungan
internasional) yang bukan bersifat perdata. Meliputi antara negara dengan
negara, negara dengan subjek hukum lain bukan negara, dan antara ubjek hukum
bukan negara satu sama lain. Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, S.H.
Hukum
internasional adalah sekumpulan hukum (body of law) yang sebagian besar terdiri
dari asas-asas dan karena itu biasanya ditaati dalam hubungan
antarnegara. Prof. Dr. J.G. Starke
H. Hukum Adat
Wujud
gagasan kebudayaan yang terdiri atas nilai-nilai budaya, norma, hukum, dan
aturan-aturan yang satu dengan lainnya berkaitan menjadi suatu sistem dan
memiliki sanksi riil yang sangat kuat. Contohnya sejak jaman dulu, Suku Sasak
di Pulau Lombok dikenal dengan konsep Gumi Paer atau Paer. Paer adalah satu
kesatuan sistem teritorial hukum, politik, ekonomi, sosial budaya, kemanan dan
kepemilikan yang melekat kuat dalam masyarakat .
I. Negara Hukum
Negara
yang penyelenggaraan kekuasaan pemerintahannya didasarkan atas hukum. Dalam
negara hukum, kekuasaan menjalankan pemerintahan berdasarkan kedaulatan hukum
(supremasi hukum) dan bertujuan untuk menjalankan ketertiban hukum (Mustafa
Kamal Pasha, dalam Dwi Winarno, 2006).
J. Hukum Acara Pidana
Kumpulan
ketentuan-ketentuan hokum yang mengatur bagaimana cara Negara, bila dihadapkan
suatu kejadian yang menimbulkan syak wasangka telah terjadi suatu pelanggaran
hukum pidana, dengan perantaraan alat-alatnya mencari kebenaran, menetapkan
dimuka hakim suatu keputusan mengenai perbuatan yang didakwakan, bagaimana
hakim harus memutuskan suatu hal yang telah terbukti, dan bagaimana keputusan
itu harus dijalankan. Van Bemmelen
Merupakan
suatu rangkaian peraturan-peraturan yang memuat cara bagaimana badan pemerintah
yang berkuasa (Kepolisian, Kejaksaan, dan Pengadilan) harus bertindak guna
mencapai tujuan Negara dengan mengadakan hukum pidana. Wiryono Prodjodikoro
K. Hukum Acara Perdata
Adalah
peraturan hukum yang mengatur bagaimana cara memelihara dan mempertahankan
hukum perdata materiil atau peraturan yang mengatur bagaimana cara mengajukan
suatu perkara perdata ke muka pengadilan perdata dan bagaimana cara hakim
perdata memberikan putusan. Cst Kansil
Menyatakan
bahwa Hukum Acara Perdata adalah peraturan-peraturan hukum yang mengatur
bagaimana caranya menjamin ditaatinya hukum perdata materiil dengan perantaraan
hakim. Dengan kata lain, hukum acara perdata adalah peraturan hukum yang
menentukan bagaimana caranya menjamin pelaksanaan hukum materiil. Lebih
kongkritnya lagi dikatakan bahwa hukum acara perdata adalah mengatur bagaimana
caranya mengajukan tuntutan hak, memeriksa serta memutusnya dan pelaksanaan
dari putusan. Sudikno
L. Hukum Politik
Politik
adalah kegiatan suatu bangsa yang bertujuan untuk membuat, mempertahankan, dan
mengamandemen peraturan-peraturan umum yang mengatur kehidupannya, yang berarti
tidak dapat terlepas dari gejala komflik dan kerjasama. ANDREW HEYWOOD
Politik
adalah suatu dunia yang didalamnya orang-orang lebih membuat keputusan –
keputusan daripada lembaga-lembaga abstrak. CARL SCHMIDT
M. Filsafat Hukum
Mempelajari
pertanyaan-pertanyaan dasar dari hukum. Pertanyaan tentang hakikat hukum,
tentang dasar bagi kekuatan mengikat dari hukum, merupakan contoh-contoh
pertanyaan yang bersifat mendasar itu. Atas dasar yang demikian itu, filsafat
hukum bisa menggarap bahan hukum, tetapi masing-masing mengambil sudut
pemahaman yang berbeda sama sekali. Ilmu hukum positif hanya berurusan dengan
suatu tata hukum tertentu dan mempertanyakan konsistensi logis asa, peraturan,
bidang serta system hukumnya sendiri. Menurut Satjipto Raharjo
Filsafat
hukum berusaha membuat “dunia etis yang menjadi latar belakang yang tidak dapat
diraba oleh panca indera” sehingga filsafat hukum menjadi ilmu normative,
seperti halnya dengan ilmu politik hukum. Filsafat hukum berusaha mencari suatu
cita hukum yang dapat menjadi “dasar hukum” dan “etis” bagi berlakunya system
hukum positif suatu masyarakat (seperti grundnorm yang telah
digambarkan oleh sarjana hukum bangsa Jerman yang menganut aliran-aliran
seperti Neo kantianisme). Menurut Lili Rasjidi
N. Hukum Tata Negara
Hukum
Tata Negara adalah hukum yang mengatur organisasi negara. Het
staatsrecht als het recht dat betrekking heeft op de staat -die
gezagsorganisatie- blijkt dus functie, dat is staatsrechtelijk gesproken het
amb, als kernbegrip, als bouwsteen te hebben. Bagi Logemann, jabatan
merupakan pengertian yuridis dari fungsi, sedangkan fungsi merupakan pengertian
yang bersifat sosiologis. Oleh karena negara merupakan organisasi yang terdiri
atas fungsi-fungsi dalam hubungannya satu dengan yang lain maupun dalam
keseluruhannya maka dalam pengertian yuridis negara merupakan organisasi
jabatan atau yang disebutnya ambtenorganisatie. J.H.A Logemann
Hukum
Tata Negara adalah Hukum Tata Negara yang mengatur semua masyarakat hukum
atasan dan masyarakat Hukum bawahan menurut tingkatannya dan dari masing-masing
itu menentukan wilayah lingkungan masyarakatnya. dan akhirnya menentukan
badan-badan dan fungsinya masing-masing yang berkuasa dalam lingkungan
masyarakat hukum itu serta menentukan sususnan dan wewenang badan-badan
tersebut. Van Vollenhoven
Hukum
Tata Negara adalah hukum yang mengatur organisasi dari pada Negara.
Kesimpulannya, bahwa dalam organisasi negara itu telah dicakup bagaimana
kedudukan organ-organ dalam negara itu, hubungan, hak dan kewajiban, serta
tugasnya masing-masing. Scholten
Hukum
Tata Negara adalah hukum yang mengatur bentuk negara (kesatuan atau federal),
dan bentuk pemerintahan (kerajaan atau republik), yang menunjukan masyarakat
Hukum yang atasan maupunyang bawahan, beserta tingkatan-tingkatannya
(hierarchie), yang selanjutnya mengesahkan wilayah dan lingkungan rakyat dari
masyarakat-masyarakat hukum itu dan akhirnya menunjukan alat-alat perlengkapan
(yang memegang kekuasaan penguasa) dari masyarakat hukum itu,beserta susunan
(terdiri dari seorang atau sejumlah orang), wewenang, tingkatan imbang dari dan
antara alat perlengkapan itu. Kusumadi Pudjosewojo
O. Hukum Pajak
Hukum
pajak adalah suatu kumpulan peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antara
pemerintah sebagai pemunggut pajak dan rakatnya sebagai pembayar pajak. (Erly
Suandi:2002)
Hukum
pajak adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang meliputi wewenang
pemerintah untuk mengambil kekayaan seseorang dan menyerahkannya kembali kepada
masyarakat dengan melalui ka negara , sehingga ia merupakan bagian dari hukum
publik, yang mengatur hubungan-hubungan hukummantar negara dan orang-orang atau
badan-badan (hukum) yang berkewajiban membayar pajak (wajib pajak) (Santoso
Brotodiharjo:2003).
P. Hukum Dagang
Hukum
Dagang adalah hukum yang mengatur perikatan didalam lapangan perusahaan. H.M.N.Purwosutjipta
Hukum
Dagang adalah Hukum yang mengatur masalah perdagangan atau perniagaan yaitu
masalah yang timbul karena tingkah laku manusia (persoon) dalam perdagangan
atau perniagaan. Menurut Achmad Ichsan
Q. Sanksi Hukum
1. Pendapat Para Pakar tentang Hukum dan Sanksi
Bila kita
berbicara mengenai sanksi, maka perhatian kita memasuki ranah hukum positif.
Hukum dan sanksi dapat diibaratkan dua sisi uang yang satu saling melengkapi.
Hukum tanpa sanksi sangat sulit melakukan penegakan hukum, bahkan dapat
dikatakan bahwa norma sosial tanpa sanksi hanyalah moral, bukan hukum,
sebaliknya sanksi tanpa hukum dalam arti kaidah akan terjadi
kesewenang-wenangan penguasa.
Sanksi selalu
terkait dengan norma hukum atau kaidah hukum dengan norma-norma lainnya,
misalnya norma kesusilaan, norma agama atau kepercayaan, norma sopan
santun, Dengan sanksilah
maka dapat dibedakan antara norma hukum dengan norma lainnya sebagaimana
dikatakan oleh Hans Kelsen berikut, bahwa
Perbedaan
mendasar antara hukum dan moral adalah : hukum merupakan tatanan pemaksa, yakni
sebuah tatanan norma yang berupaya mewujudkan perilaku tertentu dengan
memberikan tindakan paksa yang diorganisir secara sosial kepada perilaku yang
sebaliknya; sedangkan moral merupakan tatanan sosial yang tidak memiliki sanksi
semacam itu. Sanksi dari tatanan moral hanyalah kesetujuan atas perilaku yang
sesuai norma dan ketidaksetujuan terhadap perilaku yang bertentangan
dengan norma, dan tidak ada tindakan paksa yang diterapkan sebagai sanksi,
Selain norma
hukum, terdapat norma sosial yang mengatur perilaku manusia terhadap sesamanya,
yang biasa disebut ”moral” dan disiplin ilmu yang ditujukan untuk memahami dan
menjelaskannya disebut ”etika”. Antara keadilan dan kepastian hukum tercakup
hubungan moral dengan hukum positif. Bila keadilan merupakan dalil atau tujuan
dari moral, maka kepastian hukum merupakan tujuan dari hukum positif. Di
mana tidak ada kepastian hukum, di situ tidak ada keadilan. Bila keadilan
bersifat relatif, maka kepastian hukumlah yang menjadi kebenaran. norma adalah
sesuatu yang seharusnya ada atau seharusnya terjadi, khususnya bahwa manusia
seharusnya berprilaku dengan cara tertentu
.Darji
Darmodiharjo mengutip bahwa ”Hukum adalah perintah yang memaksa, yang dapat
saja bijaksana dan adil atau sebaliknya”. Hal ini bersesuaian dengan apa yang
dikatakan”norma hukum bisa dianggap valid sekalipun ia berlainan dengan tatanan
moral.” Kemudian Darmodiharjo, mengutip John Austin , bahwa hukum adalah
perintah dari penguasa negara yang menentukan apa yang dilarang dan apa yang
diperintahkan. Kekuasaan penguasa itu memaksa orang lain untuk taat. Ia
memberlakukan hukum dengan cara menakut-nakuti, dan mengarahkan tingkah laku
orang lain kearah yang diinginkannya. Hukum yang sebenarnya memiliki empat
unsur,
yaitu (1) perintah (command), (2)
Sanksi (sanction), (3) kewajiban (duty),dan (4) kedaulatan
(sovereignty). (
Kaum positivisme
termasuk Hart memandang hukum sebagai perintah dan menempatkan sanksi sebagai
suatu yang melekat pada hukum, mengaitkan antara unsur paksaan dengan hierarki
perintah secara formal. Mereka membedakan norma hukum dan norma-norma lainnya
karena pada norma hukum dilekatkan suatu paksaan atau sanksi. (Marzuki,
2008 : 73).
2.
Subjek Hukum
Subjek hukum
diartikan sebagai pendukung hak dan kewajiban yang terdiri dari manusia atau natuurlijke
persoon dan badan hukum atau rechtspersoon (Tutik, 2006:50-54).
Sanksi tidak
terlepas dari subjek hukum dan objek hukum (perbuatan hukum). Objek hukum
berupa perbuatan melawan hukum harus terlebih dahulu dirumuskan unsur-unsurnya
dalam suatu undang-undang atau hukum tertulis baru sanksi dapat
diterapkan, bila tidak, sulit untuk mencapai kepastian hukum. Sanksi pun harus
dituangkan ke dalam suatu rumusan undang-undang atau hukum tertulis demi menjaga
pelanggaran hak-hak asasi setiap individu dari penguasa.
a. Orang (natuurlijke persoon) sebagai subjek Hukum
Setiap orang atau
natuurlijke persoon sejak lahir sampai dengan meninggalnya sebagai
subjek hukum adalah pendukung hak dan kewajiban. Zainuddin Ali mengatakan bahwa
Hukum berurusan
dengan hak dan kewajiban...Hak dan kewajiban mengandung pengertian
pilihan. Seseorang yang mempunyai hak menurut hukum, ia diberi kekuasaan untuk
mewujudkan haknya itu, yaitu dengan cara meminta kepada pihak lain untuk
menjalankan kewajiban tertentu. Di sini terlihat, bahwa tergantung kepada
pemegang hak untuk menentukan apakah ia akan mewujudkan haknya itu,
Subjek hukum
pendukung hak dan kewajiban, dapat melakukan tindakan hukum, kecuali orang yang
belum dewasa atau belum sampai umur 18 tahun atau orang yang tidak sehat
pikirannya atau berada di bawah pengampuan.
b. Badan Hukum Sebagai subjek Hukum
Subjek hukum atau
subject van een recht, yaitu ”orang” yang mempunyai hak, manusia pribadi
atau badan hukum yang berhak, berkehendak atau melakukan perbuatan hukum. Badan
hukum adalah perkumpulan atau organisasi yang didirikan dan dapat bertindak
sebagai subjek hukum, misalnya dapat memiliki kekayaan, mengadakan perjanjian
dan sebagainya. Sedangkan perbuatan yang dapat menimbulkan akibat hukum yakni
tindakan seseorang berdasarkan suatu ketentuan hukum yang dapat menimbulkan
hubungan hukum, yaitu akibat yang timbul dari hubungan hukum seperti perkawinan
antara laki-laki dan wanita.
3.
Perbuatan Melawan Hukum (delik)
Kata delik
berasal dari bahasa Latin, yakni delictum, dalam bahasa Belanda delict. Delik
diberi batasan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia ”Perbuatan yang dapat dihukum
karena merupakan pelanggaran terhadap undang-undang; tindak pidana”.
Delik dibagi
menjadi 2 (dua) jenis, yang diuraikan sebagai berikut : Dalam ilmu hukum
pidana dikenal delik formil dan delik materil. Yang dimaksud dengan delik
formil adalah delik yang perumusannya menitikberatkan pada perbuatan yang
dilarang dan diancam dengan pidana oleh undang-undang, di sini rumusan dari
perbuatan jelas. Misalnya Pasal 362 tentang pencurian. Adapun delik meteril
adalah delik yang perumusannya menitikberatkan pada akibat yang dilarang dan
diancam dengan pidana oleh undang-undang. Dengan kata lain, hanya disebut
rumusan dari akibat perbuatan. Misalnya Pasal 338 tentang Pembunuhan (Leden
Marpaung, 2008 : 8)
Delik yang
dimaksud Leden Marpaung tersebut di atas adalah delik yang pelaku atau subjek
untuk tindak pidana umum atau tindak pidana umum bagi ”orang” sebagai natuurlijke
persoon karena di atur di dalam KUHP, sedangkan pelaku atau subjek
hukumnya adalah korporasi di atur di luar KUHP atau undang-undang khusus.
Khusus korporasi,
Abu Ayyub Saleh (Hakim Agung) telah menerangkan tentang perbuatan yang dapat
dihukum, sebagai berikut :
perbuatan yang
dapat dihukum adalah seluruh perbuatan yang diancam hukuman oleh peraturan
perundang-undangan yang dinyatakan secara tegas dan terang...untuk dapat
menentukan sebuah tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi atau apakah
korporasi telah melakukan tindak pidana, akan sangat bergantung pada peraturan
perundang-undangan yang ada hari ini. Sehingga untuk perbuatan yang dilakukan
oleh korporasi dalam aktifitas kesehariannya yang tidak sejalan dengan
kepentingan masyarakat luas, jika belum diatur dan terumuskan dalam sebuah
produk undang-undang, maka terhadap perbuatan tersebut tidak dapat dilakukan
langkah-langkah yuridis...asas legalitas yang berbunyi ”nullum delictum,
nulla poena sine praivea lege poenali” artinya peristiwa pidana tidak akan
ada, jika ketentuan pidana dalam undang-undang tidak ada terlebih dahulu (Abu
Ayyub Saleh, 2008 )
Sanksi
administratif, berupa :
-
Pencabutan atau pembubaran seluruh atau sebagian
fasilitas yang telah atau dapat diperoleh perusahaan, berupa pencabutan izin;
-
Tindakan Tata tertib, berupa penempatan perusahaan di
bawah pengampuan;
-
Pembekuan operasional selama waktu tertentu.
. Sanksi Perdata
(ganti kerugian).
Sanksi pidana,
yang dapat diterapkan dapat berupa :
-
Pidana penjara. Untuk jenis ini hanya dapat dijatuhkan
terhadap pengurus korporasi
- Pidana denda
- Pidana tambahan, berupa :
- pencabutan hak-hak tertentu;
- penyitaan
benda-benda tertentu;
- pengumuman putusan
hakim.
4.
Ajaran
Melawan Hukum
Ciri pertama, yang lazin dijumpai pada semua
tatanan sosial yang diistilahkan sebagai “hukum” ialah bahwa semua tatanan itu
merupakan tatanan perilaku manusia. Ciri kedua ialah bahwa semua tatanan itu
merupakan tatanan pemaksa (Kelsen, 2007 : 37) . Penulis tidak sependapat dengan
pernyataan ini karena saat ini tidak semua tatanan sosial yang disebut hukum
itu selalu dapat menerapkan tindakan paksa sebagaimana halnya yang terjadi pada
ajaran melawan hukum formil.
Dosen mata kuliah Tindak Pidana Umum Sitti
Zubaedah, tanggal 26 Nopember 2011 mengajarkan “teori ajaran melawan
hukum” yang terbagai atas 2 (dua) jenis, yaitu ajaran melawan hukum formil dan
ajaran melawan hukum materil.
5.
Alasan
Penghapus Tindak Pidana
Uraian tentang alasan penghapusan tindak
pidana juga penting diperhatikan dalam suatu analisa hukum, karena walaupun
semua unsur delik telah terpenuhi, belum tentu seseorang dapat dijatuhi hukuman.
Alasan-alasan penghapus pidana yang tertulis atau dikenal dalam KUHP
adalah tindak mampu bertanggung jawab, pembelaan darurat , pembelaan darurat
yang melampaui batas, daya paksa, pembelaan terpaksa, melaksanakan peraturan
perundang-undangan, dan perintah jabatan yang sah” (J.E Sahetapy, 2007 : 128).
Selanjutnya Sahetapy ( 2007: 142) juga mengatakan bahwa “Pemisahan antara
alasan pembenar dan alasan pemaaf juga penting untuk penanganan eksepsi dalam
hukum acara”.
a. Alasan Pembenar meliputi
(1). Pembelaan Terpaksa
Ketentuan pembelaan terpaksa diatur dalam
KUHP Bab III tentang hal-hal yang menghapuskan, mengurangi atau memberatkan
pidana dengan rumusan sebagai berikut :
Tidak dipidana, barangsiapa melakukan
perbuatan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri maupun untuk orang lain,
kehormatan kesusilaan atau harta benda sendiri maupun orang lain, karena ada
serangan atau ancaman serangan sangat dekat pada saat itu yang melawan hukum (
Pasal 49 ayat 1 )
Wirjono Projodikoro (2009 : 93) memberikan
tiga Contoh tindakan yang dilakukan sebagai pembelaan diri secara
terpaksa, pembelaan harta benda, pembelaan kesusilaan yang tidak melanggar
hukum atau tidak wederrechtelijk, yaitu
- A mendekati B dengan memegang tongkat untuk
memukul B dengan tongkat itu. B dapat menghindarkan diri dari pukulan itu
dengan meloncat kesamping kemudian memukul balik kepada B agar si A tidak
memukulnya kembali. Perbuatan si B tidak bersifat melanggar hukum.
- A mencuri barang milik B. B melihat itu dan
meminta kembali barangnya, tapi A tidak mau memberikan, sehingga B berusaha
merebut kembali dan memukul A sehingga barangnya bisa kembali. Persoalannya
apakah B dipersalahkan melakukan tindak pidana penganiayaan terhadap A.
Tindakan ini dianggap tidak bersifat melanggar hukum karena membela harta
benda.
- Si A dengan telanjang bulat memasuki rumah
B. Meskipun diusir dengan kata-kata, si B tetap tidak memperdulikan.
Kemudian si B memukul A, sehingga ia pergi.
(2). Peraturan Perundang-undangan
Di ataur dalam Pasal 50 KUHP yang berbunyi
“Barangsiapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang-undang,
tidak dipidana”. Seorang polisi dalam suatu penyelidikan menangkap seorang
tersangka, ia
tidak dapat diancam hukuman sebagai merampas
kemerdekaan seseorang, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 333 KUHP yang
berbunyi, bahwa “Barangsiapa dengan sengaja dan melawan hukum merampas
kemerdekaan seseorang, atau meneruskan perampasan kemerdekaan yang demikian,
diancam dengan pidana penjara..”. Perbuatan Polisi itu tidak dapat
dikatakan perbuatan pidana karena menjalankan perintah undang-undang. Perbuatan
Polisi itu menyangkut dua pasal KUHP yang saling bertentangan, yaitu pasal 50
KUHP mengizinkan atau perintah unddang-undang, sedangkan Pasal 333 KUHP
melarang karena merampas kemerdekaan seseorang. Hal ini berarti tindak pidana
gugur, karena asas hukum mengatakan bahwa apabila ada dua undang-undang atau
hukum yang dikenakan kepada seseorang berbeda, maka hukum yang dipilih adalah
yang menguntungkan pelaku.
Menurut Wirjono Projodikoro (2009 : 93)
bahwa “perbuatan semacam ini sudah semestinya tidak bersifat melanggar hukum,
jadi bukan wederrechtelijk, melainkan rechmatig. Dan, dengan demikian,
sudah semetinya perbuatan ini tidak merupakan tindak pidana”.
(3). Perintah Jabatan yang Sah
Di atur dalam Pasal 51 KUHP yang
berbunyi “ (1) Barangsiapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah
jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang, tidak dipidana.” Hal ini
sama dengan penjelasan ketentuan yang diatur dalam pasal 50 KUHP tersebut di
atas.
b. Alasan Pemaaf
(1). Tindak Mampu Bertanggung Jawab
Seseorang tidak mampu bertanggung jawab
karena cacat phisik atau karena penyakit melakukan perbuatan melawan hukum,
maka ia tidak dipidana. Ketentuan ini diatur dalam KUHP bahwa
Barangsiapa melakukan perbuatan yang tidak
dapat dipertanggungjawabkan kepadanya karena jiwanya cacat dalam pertumbuhan
atau terganggu karena penyakit, tidak dipidana ( Pasal 44 ayat 1).
Perbuatannya tetap tercelah, hanya orangnya
tidak dapat dihukum karena tidak mamupu bertanggungjawab atau karena adanya
alasan pemaaf.
(2). Daya Paksa ( Pasal 48 )
Daya paksa atau overmacht diatur dalam
pasal 48 KUHP yang berbunyi “Barang siapa melakukan perbuatan karena pengaruh
daya paksa, tidak dipidana”. Seorang ahli hukum Indonesia yang terkenal
memberikan penjelasan tentang pasal ini sebagai berikut :
Barang siapa yang diancam oleh seseorang
dengan sebuah pistol, menembak mati orang ketiga, apabila hal ini dibenarkan,
dapat dianggap sebagai berbuat karena daya paksa. Ia tidak dipidana karena
tunduknya pada ancaman tersebut karena diakui sebagai sesuatu yang dapat
dimaafkan ( J.E Sahetapy, 2007 : 146)
(3). Pembelaan Darurat
Penjelasan tentang pembelaan darurat
diuraikan secara jelas dalam bntuk contoh oleh salah seorang ahli hukum
Indonesia, sebagai berikut :
dua orang yang bernama D dan E, bersama-sama
memanjat gunung dengan menggunakan tali dadung yang dipegang oleh kedua orang
itu, Pada suatu waktu terjadi keadaan bahwa si D hanya ada dua alternatif,
yaitu melepaskan talinya dengan akibat bahwa si E jatuh ke dalam jurang, dan
mungkin akan meninggal dunia, atau tatap memegang tali dengan kepastian bahwa
keduanya akan jatuh ke dalam jurang. Bila si D melepaskan talinya dan si E
jatuh ke dalam jurang dan meninggal, maka bisa dikatakan bahwa si D
berbuat terdorong oleh hal memaksa berupa keadaan gawat dan apabila ia tidak
berbuat demikian, maka ia sendiri akan menghadapi bahaya maut. Maka,
berdasarkan Pasal 48 KUHP ia tidak akan kena hukuman pidana. Akan tetapi,
tidaklah dapat dikatakan bahwa perbuatan mereka menjadi halal. Perbuatan mereka
tetap wederrechtelijk atau bersifat “melanggar hukum”. Hanya para pelaku
dapat dimaafkan… (Wirjono Projodikoro, 2009 : 90)
Pendapat ahli tersebut di atas
memberikan kesan kepada kita bahwa tidak semua perbuatan melawan hukum dapat
dihukum. Perbuatan melawan hukum yang dilakukan secara terpaksa dan tidak ada
pilihan lain kecuali melakukannya, maka perbuatan tersebut tidak dijatuhi
hukuman karena keadaan darurat dan terpaksa, walaupun perbuatannya itu tetap
melawan hukum ( wederrechtelijk ), tapi dimaafkan karena terpaksa dan
dalam keadaan darurat.
(4). Pembelaan Terpaksa yang Melampaui Batas
Di atur dalam Pasal 49 ayat 2 yang berbunyi
“Pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang langsung disebabkan oleh
keguncangan jiwa yang hebat karena serangan itu atau ancaman serangan itu,
tidak dipidana”. Penjelasan tentang keguncangan jiwa yang hebat yang
menyebabkan tidak dipidananya seseorang dapat dilihat pada komentar
berikut
Gerak perasaan ini dapat berupa rasa
ketakutan, rasa kebingungan, rasa marah, rasa jengkel,dan sebagainya yang semua
mungkin timbul selaku akibat dari serangan terhadap dirinya, baik badan maupun
kesusilaan ataupun barang miliknya sendiri atau milik orang lain…Perbuatannya
tetap tidak halal, hanya orangnya tidak dapat dihukum…si pelaku dimaafkan
karena perbuatannya tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya ( Wirjono
Projodikoro, 2009 : 87)
(5). Perintah Jabatan yang tidak Sah
Dipandang Sah
Pasal ini dirumuskan di dalam KUHP, sebagai
berikut :
Perintah jabatan tanpa wewenang, tidak
menyebabkan hapusnya pidana, kecuali jika yang diperintah, dengan itikad baik
mengira bahwa perintah diberikan dengan wewenang dan pelaksanaannya termasuk
dalam lingkungan pekerjaannya ( Pasal 51 ayat 2 bahwa ).
R. Fungsi Hukum
Seperti
diketahui bahwa di dalam setiap masyarakat senantiasa terdapat berbagai
kepentingan dari warganya. Di antara kepentingan itu ada yang bisa selaras
dengan kepentingan yang lain, tetapi ada juga kepentingan yang memicu konflik
dengan kepentingan yang lain. Untuk keperluan tersebut, hukum harus difungsikan
menurut fungsi-fungsi tertentu untuk mencapai tujuannya. Dengan kata lain,
fungsi hukum adalah menertibkan dan mengatur pergaulan dalam masyarakat serta
menyelesaikan konflik yang terjadi.
Fungsi hukum menurut Franz Magnis Suseno, adalah untuk mengatasi konflik kepentingan. Dengan adanya hukum, konflik itu tidak lagi dipecahkan menurut siapa yang paling kuat, melainkan berdasarkan aturan yang berorientasi pada kepentingan-kepentingan dan nilai-nilai objektif dengan tidak membedakan antara yang kuat dan yang lemah, dan orientasi itu disebut keadilan.
Dalam pandangan Achmad Ali, bahwa fungsi hukum itu dapat dibedakan ke dalam :
a. fungsi hukum sebagai “a tool of social control”,
b. fungsi hukum sebagai “a tool of social engineering”,
c. fungsi hukum sebagai simbol,
d. fungsi hukum sebagai “a political instrument”,
e. fungsi hukum sebagai integrator.
Menurut Lawrence M. Friedmann, dalam bukunya “Law and Society an Introduction”, fungsi hukum adalah :
a. pengawasan/pengendalian sosial (social control) ;
b. penyelesaian sengketa (dispute settlement) ;
c. rekayasa sosial (social engineering).
Berkaitan dengan fungsi hukum, Muchtar Kusumaatmadja, mengajukan konsepsi hukum sebagai sarana pembaruan masyarakat, yang secara singkat dapat dikemukakan pokok-pokok pikiran beliau, bahwa fungsi hukum di dalam pembangunan sebagai sarana pembaruan masyarakat. Hal ini didasarkan pada anggapan bahwa adanya keteraturan atau ketertiban dalam usaha pembangunan atau pembaruan merupakan suatu yang dianggap penting dan sangat diperlukan. Di samping itu, hukum sebagai tata kaedah dapat berfungsi untuk menyalurkan arah kegiatan warga masyarakat ke tujuan yang dikehendaki oleh pembangunan atau pembaruan. Kedua fungsi tersebut diharapkan dapat dilakukan oleh hukum di samping fungsinya yang tradisional, yakni untuk menjamin adanya kepastian dan ketertiban.
Theo Huijbers, menyatakan bahwa fungsi hukum ialah memelihara kepentingan umum dalam masyarakat, menjaga hak-hak manusia, mewujudkan keadilan dalam hidup bersama. Sedangkan dalam pandangan Peters, yang menyatakan bahwa fungsi hukum itu dapat ditinjau dari tiga perspektif :
1. Perspektif kontrol sosial daripada hukum. Tinjauan ini disebut tinjauan dari sudut pandang seorang polisi terhadap hukum (the policement view of the law).
2. Perspektif social engineering, merupakan tinjauan yang dipergunakan oleh para penguasa (the official perspective of the law), dan karena pusat perhatian adalah apa yang diperbuat oleh penguasa dengan hukum.
3. Perspektif emansipasi masyarakat daripada hukum. Perspektif ini merupakan tinjauan dari bawah terhadap hukum (the bottom’s up view of the law) dan dapat pula disebut perspektif konsumen (the consumer’s perspective of the law).
Dari beberapa pendapat pakar hukum mengenai fungsi hukum di atas, dapatlah dikatakan bahwa fungsi hukum, sebagai berikut :
a. Memberikan pedoman atau pengarahan pada warga masyarakat untuk berprilaku.
b. Pengawasan atau pengendalian sosial (social control).
c. Penyelesaian konflik atau sengketa (dispute settlement).
Fungsi hukum menurut Franz Magnis Suseno, adalah untuk mengatasi konflik kepentingan. Dengan adanya hukum, konflik itu tidak lagi dipecahkan menurut siapa yang paling kuat, melainkan berdasarkan aturan yang berorientasi pada kepentingan-kepentingan dan nilai-nilai objektif dengan tidak membedakan antara yang kuat dan yang lemah, dan orientasi itu disebut keadilan.
Dalam pandangan Achmad Ali, bahwa fungsi hukum itu dapat dibedakan ke dalam :
a. fungsi hukum sebagai “a tool of social control”,
b. fungsi hukum sebagai “a tool of social engineering”,
c. fungsi hukum sebagai simbol,
d. fungsi hukum sebagai “a political instrument”,
e. fungsi hukum sebagai integrator.
Menurut Lawrence M. Friedmann, dalam bukunya “Law and Society an Introduction”, fungsi hukum adalah :
a. pengawasan/pengendalian sosial (social control) ;
b. penyelesaian sengketa (dispute settlement) ;
c. rekayasa sosial (social engineering).
Berkaitan dengan fungsi hukum, Muchtar Kusumaatmadja, mengajukan konsepsi hukum sebagai sarana pembaruan masyarakat, yang secara singkat dapat dikemukakan pokok-pokok pikiran beliau, bahwa fungsi hukum di dalam pembangunan sebagai sarana pembaruan masyarakat. Hal ini didasarkan pada anggapan bahwa adanya keteraturan atau ketertiban dalam usaha pembangunan atau pembaruan merupakan suatu yang dianggap penting dan sangat diperlukan. Di samping itu, hukum sebagai tata kaedah dapat berfungsi untuk menyalurkan arah kegiatan warga masyarakat ke tujuan yang dikehendaki oleh pembangunan atau pembaruan. Kedua fungsi tersebut diharapkan dapat dilakukan oleh hukum di samping fungsinya yang tradisional, yakni untuk menjamin adanya kepastian dan ketertiban.
Theo Huijbers, menyatakan bahwa fungsi hukum ialah memelihara kepentingan umum dalam masyarakat, menjaga hak-hak manusia, mewujudkan keadilan dalam hidup bersama. Sedangkan dalam pandangan Peters, yang menyatakan bahwa fungsi hukum itu dapat ditinjau dari tiga perspektif :
1. Perspektif kontrol sosial daripada hukum. Tinjauan ini disebut tinjauan dari sudut pandang seorang polisi terhadap hukum (the policement view of the law).
2. Perspektif social engineering, merupakan tinjauan yang dipergunakan oleh para penguasa (the official perspective of the law), dan karena pusat perhatian adalah apa yang diperbuat oleh penguasa dengan hukum.
3. Perspektif emansipasi masyarakat daripada hukum. Perspektif ini merupakan tinjauan dari bawah terhadap hukum (the bottom’s up view of the law) dan dapat pula disebut perspektif konsumen (the consumer’s perspective of the law).
Dari beberapa pendapat pakar hukum mengenai fungsi hukum di atas, dapatlah dikatakan bahwa fungsi hukum, sebagai berikut :
a. Memberikan pedoman atau pengarahan pada warga masyarakat untuk berprilaku.
b. Pengawasan atau pengendalian sosial (social control).
c. Penyelesaian konflik atau sengketa (dispute settlement).
d.
Rekayasa sosial (social engineering).
Fungsi hukum sebagai pedoman atau pengarah prilaku, kiranya tidak memerlukan banyak keterangan, mengingat bahwa hukum telah disifatkan sebagai kaedah, yaitu sebagai pedoman prilaku, yang menyiratkan prilaku yang seyogianya atau diharapkan diwujudkan oleh masyarakat apabila warga masyarakat melakukan suatu kegiatan yang diatur oleh hukum.
Hukum sebagai sarana pengendali sosial, menurut A. Ross sebagaimana dikutip Soerjono Soekanto, adalah mencakup semua kekuatan yang menciptakan serta memelihara ikatan sosial. Ross menganut teori imperatif tentang fungsi hukum dengan banyak menghubungkannya dengan hukum pidana. Dalam kaitan ini, hukum sebagai sarana pemaksa yang melindungi warga masyarakat dari ancaman maupun perbuatan yang membahayakan diri serta harta bendanya. Misalnya dapat dikemukakan perbuatan kejahatan penganiayaan dalam Pasal 351 KUHP. Norma ini jelas merupakan sarana pemaksa yang berfungsi untuk melindungi warga masyarakat terhadap perbuatan yang mengakibatkan terjadinya penderitaan pada orang lain.
Pengendalian sosial (social control) dari hukum, pada dasarnya memaksa warga masyarakat agar berprilaku sesuai dengan hukum, Dengan kata lain, pengendalian sosial daripada hukum dapat bersifat preventif maupun represif. Preventif merupakan suatu usaha untuk mencegah prilaku yang menyimpang, sedangkan represif bertujuan untuk mengembalikan keserasian yang terganggu.
Hukum sebagai sarana penyelesaian sengketa (dispute settlement). Di dalam masyarakat berbagai persengketaan dapat terjadi, misalnya antara keluarga yang dapat meretakan hubungan keluarga, antara mereka dalam suatu urusan bersama (company), yang dapat membubarkan kerjasama. Sengketa juga dapat mengenai perkawinan atau waris, kontrak, tentang batas tanah, dan sebagainya. Adapun cara-cara penyelesaian sengketa dalam suatu masyarakat, ada yang diselesaikan melalui lembaga formal yang disebut dengan pengadilan, dan ada yang diselesaikan secara sendiri oleh orang-orang yang bersangkutan dengan mendapat bantuan dari orang yang ada di sekitarnya. Hal ini bertujuan untuk mengukur, sampai berapa jauh terjadi pelanggaran norma dan apa yang harus diwajibkan kepada pelanggar supaya yang telah dilanggar itu dapat diluruskan kembali.
Hukum sebagai sarana rekayasa sosial (social engineering), menurut Satjipto Rahardjo, tidak saja digunakan untuk mengukuhkan pola-pola kebiasaan dan tingkah laku yang terdapat dalam masyarakat, melainkan juga untuk mengarahkan pada tujuan yang dikehendaki, menghapuskan kebiasaan yang dipandang tidak sesuai lagi dengan pola-pola kelakuan baru dan sebagainya. Dengan demikian, hukum dapat berfungsi untuk mengendalikan masyarakat dan bisa juga menjadi sarana untuk melakukan perubahan-perubahan dalam masyarakat.
Fungsi hukum sebagai pedoman atau pengarah prilaku, kiranya tidak memerlukan banyak keterangan, mengingat bahwa hukum telah disifatkan sebagai kaedah, yaitu sebagai pedoman prilaku, yang menyiratkan prilaku yang seyogianya atau diharapkan diwujudkan oleh masyarakat apabila warga masyarakat melakukan suatu kegiatan yang diatur oleh hukum.
Hukum sebagai sarana pengendali sosial, menurut A. Ross sebagaimana dikutip Soerjono Soekanto, adalah mencakup semua kekuatan yang menciptakan serta memelihara ikatan sosial. Ross menganut teori imperatif tentang fungsi hukum dengan banyak menghubungkannya dengan hukum pidana. Dalam kaitan ini, hukum sebagai sarana pemaksa yang melindungi warga masyarakat dari ancaman maupun perbuatan yang membahayakan diri serta harta bendanya. Misalnya dapat dikemukakan perbuatan kejahatan penganiayaan dalam Pasal 351 KUHP. Norma ini jelas merupakan sarana pemaksa yang berfungsi untuk melindungi warga masyarakat terhadap perbuatan yang mengakibatkan terjadinya penderitaan pada orang lain.
Pengendalian sosial (social control) dari hukum, pada dasarnya memaksa warga masyarakat agar berprilaku sesuai dengan hukum, Dengan kata lain, pengendalian sosial daripada hukum dapat bersifat preventif maupun represif. Preventif merupakan suatu usaha untuk mencegah prilaku yang menyimpang, sedangkan represif bertujuan untuk mengembalikan keserasian yang terganggu.
Hukum sebagai sarana penyelesaian sengketa (dispute settlement). Di dalam masyarakat berbagai persengketaan dapat terjadi, misalnya antara keluarga yang dapat meretakan hubungan keluarga, antara mereka dalam suatu urusan bersama (company), yang dapat membubarkan kerjasama. Sengketa juga dapat mengenai perkawinan atau waris, kontrak, tentang batas tanah, dan sebagainya. Adapun cara-cara penyelesaian sengketa dalam suatu masyarakat, ada yang diselesaikan melalui lembaga formal yang disebut dengan pengadilan, dan ada yang diselesaikan secara sendiri oleh orang-orang yang bersangkutan dengan mendapat bantuan dari orang yang ada di sekitarnya. Hal ini bertujuan untuk mengukur, sampai berapa jauh terjadi pelanggaran norma dan apa yang harus diwajibkan kepada pelanggar supaya yang telah dilanggar itu dapat diluruskan kembali.
Hukum sebagai sarana rekayasa sosial (social engineering), menurut Satjipto Rahardjo, tidak saja digunakan untuk mengukuhkan pola-pola kebiasaan dan tingkah laku yang terdapat dalam masyarakat, melainkan juga untuk mengarahkan pada tujuan yang dikehendaki, menghapuskan kebiasaan yang dipandang tidak sesuai lagi dengan pola-pola kelakuan baru dan sebagainya. Dengan demikian, hukum dapat berfungsi untuk mengendalikan masyarakat dan bisa juga menjadi sarana untuk melakukan perubahan-perubahan dalam masyarakat.
BAB III
PENUTUP
Hukum hanya sebagai kumpulan peraturan yang tidak
hanya mengikat masyarakat tetapi juga hakim. Undang-undang adalah sesuatu yang
berbeda dari bentuk dan isi konstitusi; karena kedudukan itulah undang-undang
mengawasi hakim dalam melaksanakan jabatannya dalam menghukum orang-orang yang
bersalah. Aristotele
Hukum adalah semua aturan yang mengandung pertimbangan
kesusilaan ditinjau kepada tingkah laku manusia dalam masyarakat dan yang
menjadi pedoman penguasa-penguasa negara dalam melakukan tugasnya. Mr.
E.M. Mayers
hukum adalah tingkah laku para anggota masyarakat,
aturan yang daya penggunaannya pada saat tertentu diindahkan oleh suatu
masyarakat sebagai jaminan dari kepentingan bersama terhadap orang yang
melanggar peraturan itu. Duguit
B. Saran
\Hukum harus di taati di hayati dan dijunjung tinggi sebagai alat dalam kehidupan yang mengatur semua keselarasan hidup dalam menjalani semua kativitas, hokum berperan dalam setiap tingkah laku kita karna pada hakekatnya manusia adalah makhluk sosial yang memiliki batasan – batasan dalam bentuk hukum baik hukum formal maupun non formal.
DAFTAR PUSTAKA
- Narwoko J.Dwi,Bagong Suyanto.2011.Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
- Saptono, Bambang Suteng.2006.Sosiologi untuk SMA Kelas X.Jakarta:Phibeta.
- Sutomo dkk. 2007. Sosiologi Untuk SMA kelas X Semester 2. Malang: Gramedia Indotama
·
Badruzzaman.
2008. Stratifikasi Sosial Masyarakat Sulawesi Selatan, (Online), (http://bz69elzam.blogspot.com/2008/08/stratifikasi-sosial-masyarakat-sulawesi.html., diakses pada tanggal 6 Januari
2011).
·
·
Irawanto,
Febri. 2011. Bentuk-bentuk Struktur Sosial (Differensiasi Sosial dan
Stratifikasi Sosial), (Online), (http://febriirawanto.blogspot.com., diakses pada tanggal 1 Januari
2012).
·
·
Soekanto,
Soerjono. 2003. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada.
·
Tim Sosiologi. 2006. Sosiologi 1 SMA
Kelas X. Yudhistira: Jakarta.
·
Syamsyuri, Istamar. 2007. Biologi
untuk SMA Kelas X semester 2. Erlangga : Jakarta.
·
Ahmadi, Abu. 2009. Psikologi Umum.
Rineka Cipta : Jakarta
·
Herimanto. 2009. Ilmu Sosial dan
Budaya Dasar. Bumi Aksara : Jakarta
·
Suwarno, dkk. 2008. Ilmu Sosial dan
Budaya Dasar. BP-FKIP UMS : Kartasura.
·
Setiadi, Elly M, dkk. 2008. Ilmu
Sosial dan Budaya Dasar. Kencana: Jakarta.
·
Tidak ada komentar:
Posting Komentar