Pengertian Hukum
Hukum hanya sebagai kumpulan peraturan yang tidak hanya
mengikat masyarakat tetapi juga hakim. Undang-undang adalah sesuatu yang
berbeda dari bentuk dan isi konstitusi; karena kedudukan itulah undang-undang
mengawasi hakim dalam melaksanakan jabatannya dalam menghukum orang-orang yang
bersalah. Aristotele
Hukum adalah semua aturan yang mengandung pertimbangan
kesusilaan ditinjau kepada tingkah laku manusia dalam masyarakat dan yang
menjadi pedoman penguasa-penguasa negara dalam melakukan tugasnya. Mr.
E.M. Mayers
hukum adalah tingkah laku para anggota masyarakat, aturan
yang daya penggunaannya pada saat tertentu diindahkan oleh suatu masyarakat
sebagai jaminan dari kepentingan bersama terhadap orang yang melanggar
peraturan itu. Duguit
Hukum adalah himpunan petunjuk hidup –perintah dan larangan–
yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat, dan seharusnya ditaati oleh
seluruh anggota masyarakat yang bersangkutan, oleh karena itu pelanggaran
petunjuk hidup tersebut dapat menimbulkan tindakan oleh pemerintah atau
penguasa itu. E. Utrecht
Bahwa hukum adalah semua aturan (norma) yang harus dituruti
dalam tingkah laku tindakan-tindakan dalam pergaulan hidup dengan ancaman mesti
mengganti kerugian jika melanggar aturan-aturan itu akan membahayakan diri
sendiri atau harta, umpamanya orang akan kehilangan kemerdekaannya, didenda dan
sebagainya. M.H. Tirtaamidjata, S.H.,
MACAM-MACAM HUKUM
1.Hukum Pidana
Adalah peraturan hukum mengenai pidana. Kata “pidana”
berarti hal yang “dipidanakan” yaitu oleh instansi yang berkuasa dilimpahkan
kepada seorang oknum sebagai hal yang tidak enak dirasakannya dan juga hal yang
tidak sehari-hari dilimpahkan. F. WIRJONO PRODJODIKORO
Hukum pidana adalah hukum yang mengatur tentang
pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap kepentingan umum,
perbuatan mana diancam dengan hukuman yang merupakan suatu penderitaan atau
siksaan. C.S.T KANSIL
Hukum pidana itu terdiri dari norma-norma yang berisi
keharusan-keharusan dan larangan-larangan yang (oleh pembentuk UU) telah
dikaitkan dengan suatu sanksi berupa hukuman yakni suatu penderitaan yang
bersifat khusus. Dengan demikian dapat juga dikatakan bahwa hukum pidana itu
merupakan suatu sistem norma yang menentukan terhadap tindakan-tindakan yang
mana (hal melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dimana terdapat suatu
keharusan untuk melakukan sesuatu) dan dalam keadaan-keadaan bagaimana hukuman
itu dapat dijatuhkan serta hukuman yang bagaimana yang dapat dijatuhkan bagi
tindakan-tindakan tersebut. (pengertian ini nampaknya dalam arti hukum pidana
materil). G. WLG. LEMAIRE
Hukum Pidana adalah Keseluruhan dasar
dan aturan yang dianut oleh negara dalam kewajibannya untuk menegakkan hukum,
yaitu dengan melarang apa yang bertentangan dengan hukum (onrecht) dan
mengenakan suatu nestapa (penderitaan kepada yang melanggar larangan
tersebut). D. VAN HAMEL
2.Hukum Perdata
Adalah hukum yang mengatur kepentingan warga negara
perseorangan yang satu dengan perseorangan yang lainnya. Sri
Sudewi Masjchoen Sofwan
Adalah seperangkat aturan-aturan yang mengatur orang atau
badan hukum yang satu dengan orang atau badan hukum yang lain didalam
masyarakat yang menitikberatkan kepada kepentingan perseorangan dan memberikan
sanksi yang keras atas pelanggaran yang dilakukan sebagaimana yang telah
ditetapkan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Ronald G. Salawan
Adalah hukum yang mengatur kepentingan perseorangan yang
satu dengan perseorangan yang lainnya. Prof. Soediman Kartohadiprodjo,
S.H.
Adalah hukum antar perseorangan yang mengatur hak dan
kewajiban perseorangan yang satu terhadap yang lain didalam hubungan
berkeluarga dan dalam pergaulan masyarakat. Sudikno Mertokusumo
3.Hukum Islam
adalah hukum yang bersumber pada nilai-nilai keislaman yang
berasal dari dalil-dalil agama Islam. Bentuk hukumnya dapat berupa kesepakatan,
larangan, anjuran, ketetapan dan sebagainya islam
4.Hukum Internasional
Hukum internasional adalah keseluruhan kaidah-kaidah dan
asas-asas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas-batas
negara (hubungan internasional) yang bukan bersifat perdata. Meliputi antara
negara dengan negara, negara dengan subjek hukum lain bukan negara, dan antara
ubjek hukum bukan negara satu sama lain. Prof. Dr. Mochtar
Kusumaatmadja, S.H.
Hukum internasional adalah sekumpulan hukum (body of law)
yang sebagian besar terdiri dari asas-asas dan karena itu biasanya ditaati
dalam hubungan antarnegara. Prof. Dr. J.G. Starke
5.Hukum Adat
Wujud gagasan kebudayaan yang terdiri atas nilai-nilai
budaya, norma, hukum, dan aturan-aturan yang satu dengan lainnya berkaitan
menjadi suatu sistem dan memiliki sanksi riil yang sangat kuat. Contohnya sejak
jaman dulu, Suku Sasak di Pulau Lombok dikenal dengan konsep Gumi Paer atau
Paer. Paer adalah satu kesatuan sistem teritorial hukum, politik, ekonomi,
sosial budaya, kemanan dan kepemilikan yang melekat kuat dalam masyarakat .
6. Negara Hukum
Negara yang penyelenggaraan kekuasaan pemerintahannya
didasarkan atas hukum. Dalam negara hukum, kekuasaan menjalankan pemerintahan
berdasarkan kedaulatan hukum (supremasi hukum) dan bertujuan untuk menjalankan
ketertiban hukum (Mustafa Kamal Pasha, dalam Dwi Winarno, 2006).
7.Hukum Acara Pidana
Kumpulan ketentuan-ketentuan hokum yang mengatur bagaimana
cara Negara, bila dihadapkan suatu kejadian yang menimbulkan syak wasangka
telah terjadi suatu pelanggaran hukum pidana, dengan perantaraan alat-alatnya
mencari kebenaran, menetapkan dimuka hakim suatu keputusan mengenai perbuatan
yang didakwakan, bagaimana hakim harus memutuskan suatu hal yang telah
terbukti, dan bagaimana keputusan itu harus dijalankan. Van Bemmelen
Merupakan suatu rangkaian peraturan-peraturan yang memuat
cara bagaimana badan pemerintah yang berkuasa (Kepolisian, Kejaksaan, dan
Pengadilan) harus bertindak guna mencapai tujuan Negara dengan mengadakan hukum
pidana. Wiryono Prodjodikoro
8.Hukum Acara Perdata
Adalah peraturan hukum yang mengatur bagaimana cara
memelihara dan mempertahankan hukum perdata materiil atau peraturan yang
mengatur bagaimana cara mengajukan suatu perkara perdata ke muka pengadilan
perdata dan bagaimana cara hakim perdata memberikan putusan. Cst Kansil
Menyatakan bahwa Hukum Acara Perdata adalah
peraturan-peraturan hukum yang mengatur bagaimana caranya menjamin ditaatinya
hukum perdata materiil dengan perantaraan hakim. Dengan kata lain, hukum acara
perdata adalah peraturan hukum yang menentukan bagaimana caranya menjamin
pelaksanaan hukum materiil. Lebih kongkritnya lagi dikatakan bahwa hukum acara
perdata adalah mengatur bagaimana caranya mengajukan tuntutan hak, memeriksa
serta memutusnya dan pelaksanaan dari putusan. Sudikno
9. Hukum Politik
Politik adalah kegiatan suatu bangsa yang bertujuan untuk
membuat, mempertahankan, dan mengamandemen peraturan-peraturan umum yang
mengatur kehidupannya, yang berarti tidak dapat terlepas dari gejala komflik
dan kerjasama. ANDREW HEYWOOD
Politik adalah suatu dunia yang didalamnya orang-orang lebih
membuat keputusan – keputusan daripada lembaga-lembaga abstrak. CARL
SCHMIDT
10. Filsafat Hukum
Mempelajari pertanyaan-pertanyaan dasar dari hukum.
Pertanyaan tentang hakikat hukum, tentang dasar bagi kekuatan mengikat dari
hukum, merupakan contoh-contoh pertanyaan yang bersifat mendasar itu. Atas
dasar yang demikian itu, filsafat hukum bisa menggarap bahan hukum, tetapi
masing-masing mengambil sudut pemahaman yang berbeda sama sekali. Ilmu hukum
positif hanya berurusan dengan suatu tata hukum tertentu dan mempertanyakan
konsistensi logis asa, peraturan, bidang serta system hukumnya
sendiri. Menurut Satjipto Raharjo
Filsafat hukum berusaha membuat “dunia etis yang menjadi
latar belakang yang tidak dapat diraba oleh panca indera” sehingga filsafat
hukum menjadi ilmu normative, seperti halnya dengan ilmu politik hukum.
Filsafat hukum berusaha mencari suatu cita hukum yang dapat menjadi “dasar
hukum” dan “etis” bagi berlakunya system hukum positif suatu masyarakat
(seperti grundnorm yang telah digambarkan oleh sarjana hukum
bangsa Jerman yang menganut aliran-aliran seperti Neo kantianisme). Menurut
Lili Rasjidi
11.Hukum Tata Negara
Hukum Tata Negara adalah hukum yang mengatur organisasi
negara. Het staatsrecht als het recht dat betrekking heeft op de staat
-die gezagsorganisatie- blijkt dus functie, dat is staatsrechtelijk gesproken
het amb, als kernbegrip, als bouwsteen te hebben. Bagi Logemann,
jabatan merupakan pengertian yuridis dari fungsi, sedangkan fungsi merupakan
pengertian yang bersifat sosiologis. Oleh karena negara merupakan organisasi
yang terdiri atas fungsi-fungsi dalam hubungannya satu dengan yang lain maupun
dalam keseluruhannya maka dalam pengertian yuridis negara merupakan organisasi
jabatan atau yang disebutnya ambtenorganisatie. J.H.A Logemann
Hukum Tata Negara adalah Hukum Tata Negara yang mengatur
semua masyarakat hukum atasan dan masyarakat Hukum bawahan menurut tingkatannya
dan dari masing-masing itu menentukan wilayah lingkungan masyarakatnya. dan
akhirnya menentukan badan-badan dan fungsinya masing-masing yang berkuasa dalam
lingkungan masyarakat hukum itu serta menentukan sususnan dan wewenang
badan-badan tersebut. Van Vollenhoven
Hukum Tata Negara adalah hukum yang mengatur organisasi dari
pada Negara. Kesimpulannya, bahwa dalam organisasi negara itu telah dicakup
bagaimana kedudukan organ-organ dalam negara itu, hubungan, hak dan kewajiban,
serta tugasnya masing-masing. Scholten
Hukum Tata Negara adalah hukum yang mengatur bentuk negara
(kesatuan atau federal), dan bentuk pemerintahan (kerajaan atau republik), yang
menunjukan masyarakat Hukum yang atasan maupunyang bawahan, beserta
tingkatan-tingkatannya (hierarchie), yang selanjutnya mengesahkan wilayah dan
lingkungan rakyat dari masyarakat-masyarakat hukum itu dan akhirnya menunjukan
alat-alat perlengkapan (yang memegang kekuasaan penguasa) dari masyarakat hukum
itu,beserta susunan (terdiri dari seorang atau sejumlah orang), wewenang,
tingkatan imbang dari dan antara alat perlengkapan itu. Kusumadi
Pudjosewojo
12. Hukum Pajak
Hukum pajak adalah suatu kumpulan peraturan-peraturan yang
mengatur hubungan antara pemerintah sebagai pemunggut pajak dan rakatnya
sebagai pembayar pajak. (Erly Suandi:2002)
Hukum pajak adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang
meliputi wewenang pemerintah untuk mengambil kekayaan seseorang dan
menyerahkannya kembali kepada masyarakat dengan melalui ka negara , sehingga ia
merupakan bagian dari hukum publik, yang mengatur hubungan-hubungan hukummantar
negara dan orang-orang atau badan-badan (hukum) yang berkewajiban membayar
pajak (wajib pajak) (Santoso Brotodiharjo:2003).
13.Hukum Dagang
Hukum Dagang adalah hukum yang mengatur perikatan didalam
lapangan perusahaan. H.M.N.Purwosutjipta
Hukum Dagang adalah Hukum yang mengatur masalah perdagangan
atau perniagaan yaitu masalah yang timbul karena tingkah laku manusia (persoon)
dalam perdagangan atau perniagaan. Menurut Achmad Ichsan
Sejarah Hukum
Sebagai suatu
disiplin ilmu, sejarah hukum tergolong pegetahuanyang masih muda dan belum banyak dikenal bahkan
dikalangan fakar hukum
sendiri sehingga pertumbuhan dan perkembangannya belummenggembirakan. Hal ini mungkin sekali
disebabkan oleh belumdisadarinya
betapa pentingnya disiplin ilmu baru ini dalam menunjang danmemahami ilmu pengetahuan hukum, khususnya hukum positif.Menurut John Gillisen dan Frist Gorlé, terdapat
manfaat yang besar dalam mempelajari sejarah hukum dengan
alasan-alasan sebagai berikut :
1.Hukum tidak hanya berubah dalam ruang dan letak (Hukum Belgia,Hukum Amerika, Hukum Indonesia, dan sebagainya),
malainkan jugadalam lintasan waktu. Hal ini berlaku bagi sumber-sumber
hukum formil,yakni bentuk-bentuk penampakan diri norma-norma hukum, maupun
isinorma-norma hukum itu sendiri (sumber-sumber hukum materiil).
2.Norma-norma hukum dewasa ini sering kali hanya dapat dimengertimelalui
sejarah hukum.
3.Sedikit banyak mempunyai pengertian mengenai sejarah hukum, padahakikatnya
merupakan suatu pegangan penting bagi yuris pemula untukmengenal budaya dan
pranata hukum.
4.Hal ikhwal yang teramat penting di sini adalah perlindungan hak asasimanusia terhadap perbuatan semena-mena bahwa hukum
diletakandalam perkembangan sejarahnya serta diakui sepenuhnya sebagaisesuatu
gejala histories.
Manusia adalah makhluk sosial artinya manusia
tidak dapat hidup sendiri. Dengan kata lain manusia hidup memerlukan bantuan
orang lain.
Adapun manusia selalu memerlukan bantuan orang lain atau selalu hidup bermasyarakat adalah :
1. untuk memenuhi kebutuhan makan dan minum.
2. untuk membela diri.
3. untuk memperoleh keturunan.
Singkatnya, manusia memerlukan orang lain untuk mempertahankan kehidupannya. Tidaklah mungkin ada orang yang dapat hidup sendirian tanpa interaksi dengan orang lain.
Dalam berinteraksi dengan orang lain pasti terdapat konflik kepentingan antara orang yang satu dengan yang lainnya. Karena tiap orang mempunyai keinginan, keperluan dan kebutuhan sendiri-sendiri. Sehingga akan terjadilah perselisihan dalam kehidupan bersama apabila terdapat konflik kepentingan. Golongan yang kuat mengalahkan dan menindas golongan yang lemah.
Oleh karena itulah, agar adanya suatu kedamaian atau untuk mencegah perpecahan dalam kehidupan bermasyarakat diperlukan suatu peraturan-peraturan atau kaedah-kaedah yang disebut hukum. Demikianlah latar belakang yang menyebabkan munculnya hukum.
Adapun manusia selalu memerlukan bantuan orang lain atau selalu hidup bermasyarakat adalah :
1. untuk memenuhi kebutuhan makan dan minum.
2. untuk membela diri.
3. untuk memperoleh keturunan.
Singkatnya, manusia memerlukan orang lain untuk mempertahankan kehidupannya. Tidaklah mungkin ada orang yang dapat hidup sendirian tanpa interaksi dengan orang lain.
Dalam berinteraksi dengan orang lain pasti terdapat konflik kepentingan antara orang yang satu dengan yang lainnya. Karena tiap orang mempunyai keinginan, keperluan dan kebutuhan sendiri-sendiri. Sehingga akan terjadilah perselisihan dalam kehidupan bersama apabila terdapat konflik kepentingan. Golongan yang kuat mengalahkan dan menindas golongan yang lemah.
Oleh karena itulah, agar adanya suatu kedamaian atau untuk mencegah perpecahan dalam kehidupan bermasyarakat diperlukan suatu peraturan-peraturan atau kaedah-kaedah yang disebut hukum. Demikianlah latar belakang yang menyebabkan munculnya hukum.
Contoh
Hukum Di Indonesia
Contoh Hukum Di Indonesia
Hukum di Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum
hukum Eropa, hukum Agama dan hukum Adat. Sebagian besar sistem yang dianut,
baik perdata maupun pidana, berbasis pada hukum Eropa kontinental, khususnya
dari Belanda karena aspek sejarah masa lalu Indonesia yang merupakan wilayah
jajahan dengan sebutan Hindia Belanda (Nederlandsch-Indie). Hukum Agama, karena
sebagian besar masyarakat Indonesia menganut Islam, maka dominasi hukum atau
Syari’at Islam lebih banyak terutama di bidang perkawinan, kekeluargaan dan
warisan. Selain itu, di Indonesia juga berlaku sistem hukum Adat yang diserap
dalam perundang-undangan atau yurisprudensi,[1] yang merupakan penerusan dari
aturan-aturan setempat dari masyarakat dan budaya-budaya yang ada di wilayah
Nusantara.
1. Hukum perdata Indonesia
Hukum adalah sekumpulan peraturan yang berisi perintah dan larangan yang dibuat oleh pihak yang berwenang sehingga dapat dipaksakan pemberlakuaanya berfungsi untuk mengatur masyarakat demi terciptanya ketertiban disertai dengan sanksi bagi pelanggarnya
Hukum adalah sekumpulan peraturan yang berisi perintah dan larangan yang dibuat oleh pihak yang berwenang sehingga dapat dipaksakan pemberlakuaanya berfungsi untuk mengatur masyarakat demi terciptanya ketertiban disertai dengan sanksi bagi pelanggarnya
Salah satu bidang hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang
dimiliki pada subyek hukum dan hubungan antara subyek hukum. Hukum perdata
disebut pula hukum privat atau hukum sipil sebagai lawan dari hukum publik.
Jika hukum publik mengatur hal-hal yang berkaitan dengan negara serta
kepentingan umum (misalnya politik dan pemilu (hukum tata negara), kegiatan
pemerintahan sehari-hari (hukum administrasi atau tata usaha negara), kejahatan
(hukum pidana), maka hukum perdata mengatur hubungan antara penduduk atau warga
negara sehari-hari, seperti misalnya kedewasaan seseorang, perkawinan,
perceraian, kematian, pewarisan, harta benda, kegiatan usaha dan
tindakan-tindakan yang bersifat perdata lainnya.
Ada beberapa sistem hukum yang berlaku di dunia dan
perbedaan sistem hukum tersebut juga mempengaruhi bidang hukum perdata, antara
lain sistem hukum Anglo-Saxon (yaitu sistem hukum yang berlaku di Kerajaan
Inggris Raya dan negara-negara persemakmuran atau negara-negara yang
terpengaruh oleh Inggris, misalnya Amerika Serikat), sistem hukum Eropa
kontinental, sistem hukum komunis, sistem hukum Islam dan sistem-sistem hukum
lainnya. Hukum perdata di Indonesia didasarkan pada hukum perdata di Belanda,
khususnya hukum perdata Belanda pada masa penjajahan.
Bahkan Kitab Undang-undang Hukum Perdata (dikenal KUHPer.)
yang berlaku di Indonesia tidak lain adalah terjemahan yang kurang tepat dari
Burgerlijk Wetboek (atau dikenal dengan BW)yang berlaku di kerajaan Belanda dan
diberlakukan di Indonesia (dan wilayah jajahan Belanda) berdasarkan azas
konkordansi. Untuk Indonesia yang saat itu masih bernama Hindia Belanda, BW
diberlakukan mulai 1859. Hukum perdata Belanda sendiri disadur dari hukum
perdata yang berlaku di Perancis dengan beberapa penyesuaian. Kitab
undang-undang hukum perdata (disingkat KUHPer) terdiri dari empat bagian, yaitu
Buku I tentang Orang; mengatur tentang hukum perseorangan dan hukum keluarga,
yaitu hukum yang mengatur status serta hak dan kewajiban yang dimiliki oleh
subyek hukum. Antara lain ketentuan mengenai timbulnya hak keperdataan
seseorang, kelahiran, kedewasaan, perkawinan, keluarga, perceraian dan
hilangnya hak keperdataan. Khusus untuk bagian perkawinan, sebagian
ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU
nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan.
* Buku II tentang Kebendaan; mengatur tentang hukum benda, yaitu hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki subyek hukum yang berkaitan dengan benda, antara lain hak-hak kebendaan, waris dan penjaminan. Yang dimaksud dengan benda meliputi (i) benda berwujud yang tidak bergerak (misalnya tanah, bangunan dan kapal dengan berat tertentu); (ii) benda berwujud yang bergerak, yaitu benda berwujud lainnya selain yang dianggap sebagai benda berwujud tidak bergerak; dan (iii) benda tidak berwujud (misalnya hak tagih atau piutang). Khusus untuk bagian tanah, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 5 tahun 1960 tentang agraria. Begitu pula bagian mengenai penjaminan dengan hipotik, telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU tentang hak tanggungan.
* Buku III tentang Perikatan; mengatur tentang hukum perikatan (atau kadang disebut juga perjanjian (walaupun istilah ini sesunguhnya mempunyai makna yang berbeda), yaitu hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban antara subyek hukum di bidang perikatan, antara lain tentang jenis-jenis perikatan (yang terdiri dari perikatan yang timbul dari (ditetapkan) undang-undang dan perikatan yang timbul dari adanya perjanjian), syarat-syarat dan tata cara pembuatan suatu perjanjian.
* Buku II tentang Kebendaan; mengatur tentang hukum benda, yaitu hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki subyek hukum yang berkaitan dengan benda, antara lain hak-hak kebendaan, waris dan penjaminan. Yang dimaksud dengan benda meliputi (i) benda berwujud yang tidak bergerak (misalnya tanah, bangunan dan kapal dengan berat tertentu); (ii) benda berwujud yang bergerak, yaitu benda berwujud lainnya selain yang dianggap sebagai benda berwujud tidak bergerak; dan (iii) benda tidak berwujud (misalnya hak tagih atau piutang). Khusus untuk bagian tanah, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 5 tahun 1960 tentang agraria. Begitu pula bagian mengenai penjaminan dengan hipotik, telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU tentang hak tanggungan.
* Buku III tentang Perikatan; mengatur tentang hukum perikatan (atau kadang disebut juga perjanjian (walaupun istilah ini sesunguhnya mempunyai makna yang berbeda), yaitu hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban antara subyek hukum di bidang perikatan, antara lain tentang jenis-jenis perikatan (yang terdiri dari perikatan yang timbul dari (ditetapkan) undang-undang dan perikatan yang timbul dari adanya perjanjian), syarat-syarat dan tata cara pembuatan suatu perjanjian.
Khusus untuk bidang
perdagangan, Kitab undang-undang hukum dagang (KUHD) juga dipakai sebagai
acuan. Isi KUHD berkaitan erat dengan KUHPer, khususnya Buku III. Bisa
dikatakan KUHD adalah bagian khusus dari KUHPer.
2.Hukum pidana Indonesia
Berdasarkan isinya, hukum dapat dibagi menjadi 2, yaitu hukum privat dan hukum publik (C.S.T Kansil).Hukum privat adalah hukum yg mengatur hubungan orang perorang, sedangkan hukum publik adalah hukum yg mengatur hubungan antara negara dengan warga negaranya. Hukum pidana merupakan bagian dari hukum publik. Hukum pidana terbagi menjadi dua bagian, yaitu hukum pidana materiil dan hukum pidana formil. Hukum pidana materiil mengatur tentang penentuan tindak pidana, pelaku tindak pidana, dan pidana (sanksi). Di Indonesia, pengaturan hukum pidana materiil diatur dalam kitab undang-undang hukum pidana (KUHP). Hukum pidana formil mengatur tentang pelaksanaan hukum pidana materiil. Di Indonesia, pengaturan hukum pidana formil telah disahkan dengan UU nomor 8 tahun 1981 tentang hukum acara pidana (KUHAP).
[sunting] Hukum tata negara
Berdasarkan isinya, hukum dapat dibagi menjadi 2, yaitu hukum privat dan hukum publik (C.S.T Kansil).Hukum privat adalah hukum yg mengatur hubungan orang perorang, sedangkan hukum publik adalah hukum yg mengatur hubungan antara negara dengan warga negaranya. Hukum pidana merupakan bagian dari hukum publik. Hukum pidana terbagi menjadi dua bagian, yaitu hukum pidana materiil dan hukum pidana formil. Hukum pidana materiil mengatur tentang penentuan tindak pidana, pelaku tindak pidana, dan pidana (sanksi). Di Indonesia, pengaturan hukum pidana materiil diatur dalam kitab undang-undang hukum pidana (KUHP). Hukum pidana formil mengatur tentang pelaksanaan hukum pidana materiil. Di Indonesia, pengaturan hukum pidana formil telah disahkan dengan UU nomor 8 tahun 1981 tentang hukum acara pidana (KUHAP).
[sunting] Hukum tata negara
Hukum tata negara adalah hukum yang mengatur tentang negara,
yaitu antara lain dasar pendirian, struktur kelembagaan, pembentukan
lembaga-lembaga negara, hubungan hukum (hak dan kewajiban) antar lembaga
negara, wilayah dan warga negara.
[sunting] Hukum tata usaha (administrasi) negara
[sunting] Hukum tata usaha (administrasi) negara
Hukum tata usaha (administrasi) negara adalah hukum yang
mengatur kegiatan administrasi negara. Yaitu hukum yang mengatur tata
pelaksanaan pemerintah dalam menjalankan tugasnya . hukum administarasi negara
memiliki kemiripan dengan hukum tata negara.kesamaanya terletak dalam hal
kebijakan pemerintah ,sedangkan dalam hal perbedaan hukum tata negara lebih
mengacu kepada fungsi konstitusi/hukum dasar yang digunakan oleh suatu negara
dalam hal pengaturan kebijakan pemerintah,untuk hukum administrasi negara
dimana negara dalam “keadaan yang bergerak”. Hukum tata usaha negara juga
sering disebut HTN dalam arti sempit.
3.Hukum acara perdata Indonesia
Hukum acara perdata Indonesia adalah hukum yang mengatur
tentang tata cara beracara (berperkara di badan peradilan) dalam lingkup hukum
perdata. Dalam hukum acara perdata, dapat dilihat dalam berbagai peraturan
Belanda dulu(misalnya; Het Herziene Inlandsh Reglement/HIR, RBG, RB,RO).
[sunting] Hukum acara pidana Indonesia
[sunting] Hukum acara pidana Indonesia
Hukum acara pidana Indonesia adalah hukum yang mengatur
tentang tata cara beracara (berperkara di badan peradilan) dalam lingkup hukum
pidana. Hukum acara pidana di Indonesia diatur dalam UU nomor 8 tahun 1981.
4.Asas dalam hukum acara pidana
Asas didalam hukum acara pidana di Indonesia adalah:
* Asas perintah tertulis, yaitu segala tindakan hukum hanya
dapat dilakukan berdasarkan perintah tertulis dari pejabat yang berwenang
sesuai dengan UU.
* Asas peradilan cepat, sederhana, biaya ringan, jujur, dan tidak memihak, yaitu serangkaian proses peradilan pidana (dari penyidikan sampai dengan putusan hakim) dilakukan cepat, ringkas, jujur, dan adil (pasal 50 KUHAP).
* Asas memperoleh bantuan hukum, yaitu setiap orang punya kesempatan, bahkan wajib memperoleh bantuan hukum guna pembelaan atas dirinya (pasal 54 KUHAP).
* Asas terbuka, yaitu pemeriksaan tindak pidana dilakukan secara terbuka untuk umum (pasal 64 KUHAP).
* Asas pembuktian, yaitu tersangka/terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian (pasal 66 KUHAP), kecuali diatur lain oleh UU.
* Asas peradilan cepat, sederhana, biaya ringan, jujur, dan tidak memihak, yaitu serangkaian proses peradilan pidana (dari penyidikan sampai dengan putusan hakim) dilakukan cepat, ringkas, jujur, dan adil (pasal 50 KUHAP).
* Asas memperoleh bantuan hukum, yaitu setiap orang punya kesempatan, bahkan wajib memperoleh bantuan hukum guna pembelaan atas dirinya (pasal 54 KUHAP).
* Asas terbuka, yaitu pemeriksaan tindak pidana dilakukan secara terbuka untuk umum (pasal 64 KUHAP).
* Asas pembuktian, yaitu tersangka/terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian (pasal 66 KUHAP), kecuali diatur lain oleh UU.
5. Hukum antar tata hukum
Hukum antar tata hukum adalah hukum yang mengatur hubungan antara
dua golongan atau lebih yang tunduk pada ketentuan hukum yang berbeda.
6. Hukum adat di Indonesia
Hukum adat adalah seperangkat norma dan aturan adat yang
berlaku di suatu wilayah.
7. Hukum Islam di Indonesia
Hukum Islam di Indonesia belum bisa ditegakkan secara
menyeluruh, karena belum adanya dukungan yang penuh dari segenap lapisan
masyarakat secara demokratis baik melalui pemilu atau referendum maupun
amandemen terhadap UUD 1945 secara tegas dan konsisten. Aceh merupakan
satu-satunya provinsi yang banyak menerapkan hukum Islam melalui Pengadilan
Agama, sesuai pasal 15 ayat 2 Undang-Undang RI No. 4 Tahun 2004 Tentang
Kekuasaan Kehakiman yaitu : Peradilan Syariah Islam di Provinsi Nanggroe Aceh
Darrussalam merupakan pengadilan khusus dalam lingkungan peradilan agama
sepanjang kewenangannya menyangkut kewenangan peradilan agama, dan merupakan
pengadilan khusus dalam lingkungan peradilan umum sepanjang kewenangannya
menyangkut kewenangan peradilan umum.
Sanksi Hukum
1. Pendapat Para Pakar tentang Hukum dan Sanksi
Bila kita berbicara mengenai sanksi, maka
perhatian kita memasuki ranah hukum positif. Hukum dan sanksi dapat diibaratkan
dua sisi uang yang satu saling melengkapi. Hukum tanpa sanksi sangat sulit
melakukan penegakan hukum, bahkan dapat dikatakan bahwa norma sosial tanpa
sanksi hanyalah moral, bukan hukum, sebaliknya sanksi tanpa hukum dalam
arti kaidah akan terjadi kesewenang-wenangan penguasa.
Sanksi selalu terkait dengan norma hukum atau
kaidah hukum dengan norma-norma lainnya, misalnya norma kesusilaan, norma agama
atau kepercayaan, norma sopan santun, Dengan sanksilah maka dapat dibedakan antara
norma hukum dengan norma lainnya sebagaimana dikatakan oleh Hans
Kelsen berikut, bahwa
Perbedaan mendasar antara hukum dan moral
adalah : hukum merupakan tatanan pemaksa, yakni sebuah tatanan norma yang
berupaya mewujudkan perilaku tertentu dengan memberikan tindakan paksa yang
diorganisir secara sosial kepada perilaku yang sebaliknya; sedangkan moral
merupakan tatanan sosial yang tidak memiliki sanksi semacam itu. Sanksi dari
tatanan moral hanyalah kesetujuan atas perilaku yang sesuai norma dan
ketidaksetujuan terhadap perilaku yang bertentangan dengan norma, dan
tidak ada tindakan paksa yang diterapkan sebagai sanksi,
Selain norma hukum, terdapat norma sosial
yang mengatur perilaku manusia terhadap sesamanya, yang biasa disebut ”moral”
dan disiplin ilmu yang ditujukan untuk memahami dan menjelaskannya disebut
”etika”. Antara keadilan dan kepastian hukum tercakup hubungan moral dengan
hukum positif. Bila keadilan merupakan dalil atau tujuan dari moral, maka
kepastian hukum merupakan tujuan dari hukum positif. Di mana tidak ada
kepastian hukum, di situ tidak ada keadilan. Bila keadilan bersifat relatif,
maka kepastian hukumlah yang menjadi kebenaran. norma adalah sesuatu yang
seharusnya ada atau seharusnya terjadi, khususnya bahwa manusia seharusnya
berprilaku dengan cara tertentu
Sebuah negara merupakan sebuah komunitas
hukum yang berkeadilan. Bila keadilan sejati tidak ada, maka hukum juga tidak
ada. Karena apa yang diperbuat oleh hukum, diperbuat pula oleh keadilan, dan
apa yang dilakukan secara tidak adil, berarti terjadi pelanggaran hukum. ”Namun
apakah keadilan itu?” Keadilan adalah kebaikan yang memberikan apa yang menjadi
hak semua orang. Hukum merupakan tatanan pemaksa yang adil dan dibedakan dari
tatanan pemaksa pada kalangan perampok lantaran isinya yang berkeadilan.
Darji Darmodiharjo mengutip bahwa ”Hukum
adalah perintah yang memaksa, yang dapat saja bijaksana dan adil atau
sebaliknya”. Hal ini bersesuaian dengan apa yang dikatakan”norma hukum bisa
dianggap valid sekalipun ia berlainan dengan tatanan moral.” Kemudian
Darmodiharjo, mengutip John Austin , bahwa hukum adalah perintah dari
penguasa negara yang menentukan apa yang dilarang dan apa yang diperintahkan.
Kekuasaan penguasa itu memaksa orang lain untuk taat. Ia memberlakukan hukum
dengan cara menakut-nakuti, dan mengarahkan tingkah laku orang lain kearah yang
diinginkannya. Hukum yang sebenarnya memiliki empat unsur,
yaitu (1) perintah (command), (2)
Sanksi (sanction), (3) kewajiban (duty),dan (4) kedaulatan
(sovereignty). (
Kaum positivisme termasuk Hart memandang
hukum sebagai perintah dan menempatkan sanksi sebagai suatu yang melekat pada
hukum, mengaitkan antara unsur paksaan dengan hierarki perintah secara formal.
Mereka membedakan norma hukum dan norma-norma lainnya karena pada norma hukum
dilekatkan suatu paksaan atau sanksi. (Marzuki, 2008 :
73).
Hukum termasuk sollenskatagori atau
sebagai keharusan, bukan seinskatagori atau sebagai kenyataan. Orang
menaati hukum karena memang seharusnya ia menaati sebagai perintah negara.
Melalaikan perintah akan mengakibatkan orang itu berurusan dengan sanksi.
Aliran hukum positif memberikan penegasan terhadap hukum yaitu bentuk hukum
adalah undang-Undang, isi hukum adalah perintah penguasa, ciri hukum adalah
sanksi, perintah, kewajiban dan kedaulatan, sistematisasi norma hukum menurut
Hans Kelsen adalah hierarki norma hukum.
Wirjono Prodjodikoro memberikan uraian
terhadap hukum pidana, bahwa
...ada dua unsur pokok hukum pidana. Pertama,
adanya suatu norma, yaitu suatu larangan atau suruhan (kaidah). Kedua, adanya
sanksi (sanctie) atas pelanggaran norma itu berupa ancaman dengan hukum
pidana...norma-norma yang disertai sanksi pidana berada dalam salah satu atau
lebih dari tiga bidang hukum, yaitu hukum perdata (privaatrecht, burgerlijk
recht), hukum tatanegara (staatsrecht), dan atau hukum tata usaha negara
(administratief recht).
Menurut pandangan positivisme hukum dari John
Austin yang mengajarkan bahwa apa yang disebut hukum adalah aturan yang dibuat
oleh penguasa, suatu aturan tingkah laku yang tidak dibuat oleh ”penguasa
formal” bukanlah hukum, dan pada masyarakat yang tidak mengenal organisasi
formal tidak dikenal adanya hukum.
Pendapat para ahli tersebut di atas
mengatakan bahwa hukum adalah perintah negara melalui penguasa yang harus
ditaati dan melekatkan sanksi pada hukum. Antara hukum dan sanksi seakan-akan
tidak ada pemisahan, dapat diibaratkan sebuah mata uang logam, di mana sisi yang
satu merupakan bagian dari sisi yang lain. Bila suatu norma hukum tidak
memiliki sanksi, maka normanya hanya dapat dikategorikan sebagai norma moral.
2.
Subjek Hukum
Subjek hukum diartikan sebagai pendukung hak
dan kewajiban yang terdiri dari manusia atau natuurlijke persoon dan
badan hukum atau rechtspersoon (Tutik, 2006:50-54).
Sanksi tidak terlepas dari subjek hukum dan
objek hukum (perbuatan hukum). Objek hukum berupa perbuatan melawan hukum harus
terlebih dahulu dirumuskan unsur-unsurnya dalam suatu undang-undang atau hukum
tertulis baru sanksi dapat diterapkan, bila tidak, sulit untuk mencapai
kepastian hukum. Sanksi pun harus dituangkan ke dalam suatu rumusan undang-undang
atau hukum tertulis demi menjaga pelanggaran hak-hak asasi setiap individu dari
penguasa.
a. Orang
(natuurlijke persoon) sebagai subjek Hukum
Setiap orang atau natuurlijke persoon
sejak lahir sampai dengan meninggalnya sebagai subjek hukum adalah pendukung
hak dan kewajiban. Zainuddin Ali mengatakan bahwa
Hukum berurusan dengan hak dan
kewajiban...Hak dan kewajiban mengandung pengertian pilihan. Seseorang
yang mempunyai hak menurut hukum, ia diberi kekuasaan untuk mewujudkan haknya
itu, yaitu dengan cara meminta kepada pihak lain untuk menjalankan kewajiban
tertentu. Di sini terlihat, bahwa tergantung kepada pemegang hak untuk
menentukan apakah ia akan mewujudkan haknya itu,
Subjek hukum pendukung hak dan kewajiban,
dapat melakukan tindakan hukum, kecuali orang yang belum dewasa atau belum
sampai umur 18 tahun atau orang yang tidak sehat pikirannya atau berada di
bawah pengampuan.
b. Badan
Hukum Sebagai subjek Hukum
Subjek hukum atau subject van een recht, yaitu
”orang” yang mempunyai hak, manusia pribadi atau badan hukum yang berhak,
berkehendak atau melakukan perbuatan hukum. Badan hukum adalah perkumpulan atau
organisasi yang didirikan dan dapat bertindak sebagai subjek hukum, misalnya
dapat memiliki kekayaan, mengadakan perjanjian dan sebagainya. Sedangkan
perbuatan yang dapat menimbulkan akibat hukum yakni tindakan seseorang
berdasarkan suatu ketentuan hukum yang dapat menimbulkan hubungan hukum, yaitu
akibat yang timbul dari hubungan hukum seperti perkawinan antara laki-laki dan
wanita.
3. Perbuatan Melawan Hukum (delik)
Kata delik berasal dari bahasa Latin, yakni
delictum, dalam bahasa Belanda delict. Delik diberi batasan dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia ”Perbuatan yang dapat dihukum karena merupakan pelanggaran
terhadap undang-undang; tindak pidana”.
Delik dibagi menjadi 2 (dua) jenis,
yang diuraikan sebagai berikut : Dalam ilmu hukum pidana dikenal delik formil
dan delik materil. Yang dimaksud dengan delik formil adalah delik yang
perumusannya menitikberatkan pada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan
pidana oleh undang-undang, di sini rumusan dari perbuatan jelas. Misalnya Pasal
362 tentang pencurian. Adapun delik meteril adalah delik yang perumusannya
menitikberatkan pada akibat yang dilarang dan diancam dengan pidana oleh
undang-undang. Dengan kata lain, hanya disebut rumusan dari akibat perbuatan.
Misalnya Pasal 338 tentang Pembunuhan (Leden Marpaung, 2008 : 8)
Delik yang dimaksud Leden Marpaung tersebut
di atas adalah delik yang pelaku atau subjek untuk tindak pidana umum atau
tindak pidana umum bagi ”orang” sebagai natuurlijke persoon
karena di atur di dalam KUHP, sedangkan pelaku atau subjek hukumnya adalah
korporasi di atur di luar KUHP atau undang-undang khusus.
Khusus korporasi, Abu Ayyub Saleh (Hakim
Agung) telah menerangkan tentang perbuatan yang dapat dihukum, sebagai berikut
:
...perbuatan yang dapat dihukum adalah
seluruh perbuatan yang diancam hukuman oleh peraturan perundang-undangan yang
dinyatakan secara tegas dan terang...untuk dapat menentukan sebuah tindak
pidana yang dilakukan oleh korporasi atau apakah korporasi telah melakukan
tindak pidana, akan sangat bergantung pada peraturan perundang-undangan yang
ada hari ini. Sehingga untuk perbuatan yang dilakukan oleh korporasi dalam
aktifitas kesehariannya yang tidak sejalan dengan kepentingan masyarakat luas,
jika belum diatur dan terumuskan dalam sebuah produk undang-undang, maka
terhadap perbuatan tersebut tidak dapat dilakukan langkah-langkah
yuridis...asas legalitas yang berbunyi ”nullum delictum, nulla poena sine
praivea lege poenali” artinya peristiwa pidana tidak akan ada, jika
ketentuan pidana dalam undang-undang tidak ada terlebih dahulu (Abu Ayyub
Saleh, 2008 )
.Sanksi administratif, berupa :
-
Pencabutan atau pembubaran seluruh atau sebagian
fasilitas yang telah atau dapat diperoleh perusahaan, berupa pencabutan izin;
-
Tindakan Tata tertib, berupa penempatan perusahaan di
bawah pengampuan;
-
Pembekuan operasional selama waktu tertentu.
. Sanksi Perdata (ganti kerugian).
Sanksi pidana, yang dapat diterapkan
dapat berupa :
-
Pidana penjara. Untuk jenis ini hanya dapat dijatuhkan
terhadap pengurus korporasi
-
Pidana denda
-
Pidana tambahan, berupa :
- pencabutan hak-hak tertentu;
- penyitaan benda-benda tertentu;
- pengumuman putusan hakim.
4. Ajaran Melawan Hukum
Ciri pertama,
yang lazin dijumpai pada semua tatanan sosial yang diistilahkan sebagai “hukum”
ialah bahwa semua tatanan itu merupakan tatanan perilaku manusia. Ciri kedua
ialah bahwa semua tatanan itu merupakan tatanan pemaksa (Kelsen, 2007 : 37) .
Penulis tidak sependapat dengan pernyataan ini karena saat ini tidak semua
tatanan sosial yang disebut hukum itu selalu dapat menerapkan tindakan paksa
sebagaimana halnya yang terjadi pada ajaran melawan hukum formil.
Dosen mata
kuliah Tindak Pidana Umum Sitti Zubaedah, tanggal 26 Nopember 2011
mengajarkan “teori ajaran melawan hukum” yang terbagai atas 2 (dua) jenis,
yaitu ajaran melawan hukum formil dan ajaran melawan hukum materil.
a. Ajaran melawan Hukum Formil
Menurut
Ajaran melawan hukum formil (fungsi negatif) mengatakan, jika suatu
hukum tertulis menganggap suatu perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh
masyarakat yang diancam dengan pidana, tetapi masyarakat menganggap perbuatan
tersebut wajar-wajar saja, maka hukumnya tidak berlaku contoh permainan
tinju, menurut pasal 351 KUHP tentang penganiayaan diancam dengan
hukuman paling lama dua tahun delapan bulan, kalau luka berat ancaman
hukumannya maksimum lima tahun, sama juga dengan merusak kesehatan. Tapi
kenyataannya, pasal KUHP ini tidak berlaku bagi permainan tinju, walaupun
saling menyakiti badan/tubuh lawan (menganiaya), karena masyarakat menganggap
wajar-wajar saja atau biasa-biasa saja dan dilakukan atas kehendak
masing-masing.
Apabila
seseorang telah bertindak sesuai dengan kepatutan, dalam arti orang tersebut
telah bertindak sesuai dengan yang diharapkan orang darinya, tindakannya itu
harus dianggap sebagai tidak onrechmatig, walaupun secara formil ia
telah melakukan pelanggaran terhadap suatu ketentuan pidana menurut
undang-undang.
Diancam hukuman penjara paling lama
dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus
rupiah :
1. Barangsiapa dengan sengaja dan terbuka melanggar
kesusilaan.
2. Barang siapa dengan sengaja dan di depan orang lain yang
ada di situ bertentangan dengan kehendaknya, melanggar kesusilaan.
Permasalahannya
apakah cipika-cipiki antara perempuan dan laki-laki yang bukan muhrim di anggap
oleh masyarakat Indonesia melanggar kesusilaan. Kalau menurut pandangan
agama islam yang dianut oleh sebagian besar bangsa Indonesia, jelas melanggar
kesusilaan. Tetapi ini norma agama yang tidak dapat dijadikan dasar untuk
memberikan sanksi pada pelaku. Tapi bila perbuatan cipika-cipiki antara
perempuan dengan laki-laki di muka umum, termasuk yang diancam dengan pasal 281
KUHP tersebut di atas, maka menurut ajaran melawan hukum formil
(fungsi negatif) mengatakan, jika suatu hukum tertulis menganggap suatu
perbuatan melawan hukum dan diancam dengan pidana, tetapi masyarakat menganggap
perbuatan tersebut wajar-wajar saja, maka hukumnya tidak berlaku, seperti
halnya permainan tinju.
b. Ajaran melawan hukum materil (fungsi
positif)
Menurut ajaran
melawan hukum materil, bahwa bila suatu perbuatan tercela yang dilakukan
melanggar norma-norma tidak tertulis yang ada di dalam masyarakat, tetapi tidak
diatur di dalam hukum positif atau hukum tertulis pada masyarakat tersebut,
maka menurut Pasal 5 ayat 3 sub b Undang-undang Darurat No 1 tahun 1951 Jo UU
No 1/1962 bahwa jika suatu perbuatan menurut hukum yang hidup di dalam
masyarakat, namun tiada bandingannya di dalam KUHP, maka terhadap perbuatan
tersebut dapat diberikan hukuman 3 bulan penjara atau jika masyarakat dan
keyakinan hakim menyatakan sebagai pelanggaran berat dapat dihukum
setinggi-tingginya 10 (sepuluh) tahun penjara. Hukuman tambahan bagi pelakunya,
dikucilkan atau dicemoh oleh masyarakat, contoh hidup bersama tanpa ikatan
nikah (kumpul kebo). Menurut norma agama hukumnya haram berkumpul dalam suatu
kamar antara laki-laki dengan perempuan tanpa ikatan nikah dan bukan muhrim.
Walaupun hal ini tidak diatur dalam hukum positif atau KUHP namun tetap dapat
dipidanakan. Wirjono Prodjodikoro mengatakan bahwa
Menurut hemat
saya sebaiknya tidak secara mutlak dilarang atau diperbolehkan analogi dalam
hukum pidana, tetapi harus pada tiap-tiap soal in concreto dilihat pada
maksud dan tujuan sebenarnya dari pembentuk undang-undang mengenai soal khusus
yang bersangkutan…sikap saya terhadap memperluas berlakunya ketentuan-ketentuan
hukum pidana sampai di luar undang-undang, jadi harus ditinjau soal-soal
tertentu satu persatu, apakah analogi diperbolehkan atau tidak ( Wirjono
Prodjodikoro, 2009 : 100).
Kembali kita merujuk ajaran melawan hukum materil (fungsi positif) terhadap
perjanjian yang dibuat antara Koperasi Nelayan dengan ketua-ketua kelompok
nelayan. Di dalam Surat Keputusan Menteri No 18/Men/2004 tentang Pedoman Umum
PEMP 2006 tidak dicantumkan sanksi bagi nelayan yang tidak memenuhi
kewajibannya. Tetapi walaupun sanksi hukum tidak disebutkan di dalam Pedoman
Umum tersebut, tetapi kelompok nelayan telah membuat perjanjian tertulis dengan
Koperasi Nelayan berdasarkan kesepakatan ke dua belah pihak. Menurut penulis
kelompok nelayan harus memenuhi prestasinya karena terikat dalam suatu
perjanjian yang bila kita tidak penuhi apapun alasannya kita termasuk orang
munafik. Apabila pendapat penulis benar, maka berlakulah ajaran hukum materil.
5. Alasan Penghapus Tindak Pidana
Uraian
tentang alasan penghapusan tindak pidana juga penting diperhatikan dalam suatu
analisa hukum, karena walaupun semua unsur delik telah terpenuhi, belum tentu
seseorang dapat dijatuhi hukuman. Alasan-alasan
penghapus pidana yang tertulis atau dikenal dalam KUHP adalah tindak
mampu bertanggung jawab, pembelaan darurat , pembelaan darurat yang melampaui
batas, daya paksa, pembelaan terpaksa, melaksanakan peraturan
perundang-undangan, dan perintah jabatan yang sah” (J.E Sahetapy, 2007 : 128). Selanjutnya Sahetapy ( 2007: 142) juga mengatakan
bahwa “Pemisahan antara alasan pembenar dan alasan pemaaf juga penting
untuk penanganan eksepsi dalam hukum acara”.
a.
Alasan Pembenar meliputi
(1).
Pembelaan Terpaksa
Ketentuan
pembelaan terpaksa diatur dalam KUHP Bab III tentang hal-hal yang menghapuskan,
mengurangi atau memberatkan pidana dengan rumusan sebagai berikut :
Tidak
dipidana, barangsiapa melakukan perbuatan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri
maupun untuk orang lain, kehormatan kesusilaan atau harta benda sendiri maupun
orang lain, karena ada serangan atau ancaman serangan sangat dekat pada saat
itu yang melawan hukum ( Pasal 49 ayat 1 )
Wirjono
Projodikoro (2009 : 93) memberikan tiga Contoh tindakan yang dilakukan
sebagai pembelaan diri secara terpaksa, pembelaan harta benda, pembelaan
kesusilaan yang tidak melanggar hukum atau tidak wederrechtelijk, yaitu
-
A mendekati B dengan memegang tongkat untuk memukul B dengan tongkat itu. B
dapat menghindarkan diri dari pukulan itu dengan meloncat kesamping kemudian
memukul balik kepada B agar si A tidak memukulnya kembali. Perbuatan si B
tidak bersifat melanggar hukum.
-
A mencuri barang milik B. B melihat itu dan meminta kembali barangnya, tapi A
tidak mau memberikan, sehingga B berusaha merebut kembali dan memukul A
sehingga barangnya bisa kembali. Persoalannya apakah B dipersalahkan melakukan
tindak pidana penganiayaan terhadap A. Tindakan ini dianggap tidak bersifat melanggar
hukum karena membela harta benda.
-
Si A dengan telanjang bulat memasuki rumah B. Meskipun diusir dengan
kata-kata, si B tetap tidak memperdulikan. Kemudian si B memukul A,
sehingga ia pergi.
(2).
Peraturan Perundang-undangan
Di
ataur dalam Pasal 50 KUHP yang berbunyi “Barangsiapa melakukan perbuatan untuk
melaksanakan ketentuan undang-undang, tidak dipidana”. Seorang polisi dalam
suatu penyelidikan menangkap seorang tersangka, ia
tidak
dapat diancam hukuman sebagai merampas kemerdekaan seseorang, sebagaimana yang
dimaksud dalam Pasal 333 KUHP yang berbunyi, bahwa “Barangsiapa dengan
sengaja dan melawan hukum merampas kemerdekaan seseorang, atau meneruskan
perampasan kemerdekaan yang demikian, diancam dengan pidana penjara..”.
Perbuatan Polisi itu tidak dapat dikatakan perbuatan pidana karena
menjalankan perintah undang-undang. Perbuatan Polisi itu menyangkut dua pasal
KUHP yang saling bertentangan, yaitu pasal 50 KUHP mengizinkan atau perintah
unddang-undang, sedangkan Pasal 333 KUHP melarang karena merampas kemerdekaan
seseorang. Hal ini berarti tindak pidana gugur, karena asas hukum mengatakan
bahwa apabila ada dua undang-undang atau hukum yang dikenakan kepada seseorang
berbeda, maka hukum yang dipilih adalah yang menguntungkan pelaku.
Menurut
Wirjono Projodikoro (2009 : 93) bahwa “perbuatan semacam ini sudah semestinya
tidak bersifat melanggar hukum, jadi bukan wederrechtelijk, melainkan
rechmatig. Dan, dengan demikian, sudah semetinya perbuatan ini tidak
merupakan tindak pidana”.
(3).
Perintah Jabatan yang Sah
Di
atur dalam Pasal 51 KUHP yang berbunyi “ (1) Barangsiapa melakukan perbuatan
untuk melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang
berwenang, tidak dipidana.” Hal ini sama dengan penjelasan ketentuan yang diatur
dalam pasal 50 KUHP tersebut di atas.
b.
Alasan Pemaaf
(1).
Tindak Mampu Bertanggung Jawab
Seseorang
tidak mampu bertanggung jawab karena cacat phisik atau karena penyakit
melakukan perbuatan melawan hukum, maka ia tidak dipidana. Ketentuan ini diatur
dalam KUHP bahwa
Barangsiapa
melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya karena
jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu karena penyakit, tidak dipidana
( Pasal 44 ayat 1).
Perbuatannya
tetap tercelah, hanya orangnya tidak dapat dihukum karena tidak mamupu
bertanggungjawab atau karena adanya alasan pemaaf.
(2).
Daya Paksa ( Pasal 48 )
Daya
paksa atau overmacht diatur dalam pasal 48 KUHP yang berbunyi “Barang
siapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa, tidak dipidana”.
Seorang ahli hukum Indonesia yang terkenal memberikan penjelasan tentang pasal
ini sebagai berikut :
Barang
siapa yang diancam oleh seseorang dengan sebuah pistol, menembak mati orang
ketiga, apabila hal ini dibenarkan, dapat dianggap sebagai berbuat karena daya
paksa. Ia tidak dipidana karena tunduknya pada ancaman tersebut karena diakui
sebagai sesuatu yang dapat dimaafkan ( J.E Sahetapy, 2007 : 146)
(3).
Pembelaan Darurat
Penjelasan
tentang pembelaan darurat diuraikan secara jelas dalam bntuk contoh oleh salah
seorang ahli hukum Indonesia, sebagai berikut :
dua
orang yang bernama D dan E, bersama-sama memanjat gunung dengan menggunakan
tali dadung yang dipegang oleh kedua orang itu, Pada suatu waktu terjadi
keadaan bahwa si D hanya ada dua alternatif, yaitu melepaskan talinya dengan
akibat bahwa si E jatuh ke dalam jurang, dan mungkin akan meninggal dunia, atau
tatap memegang tali dengan kepastian bahwa keduanya akan jatuh ke dalam jurang.
Bila si D melepaskan talinya dan si E jatuh ke dalam jurang dan meninggal, maka
bisa dikatakan bahwa si D berbuat terdorong oleh hal memaksa berupa
keadaan gawat dan apabila ia tidak berbuat demikian, maka ia sendiri akan
menghadapi bahaya maut. Maka, berdasarkan Pasal 48 KUHP ia tidak akan kena
hukuman pidana. Akan tetapi, tidaklah dapat dikatakan bahwa perbuatan mereka
menjadi halal. Perbuatan mereka tetap wederrechtelijk atau bersifat
“melanggar hukum”. Hanya para pelaku dapat dimaafkan… (Wirjono Projodikoro,
2009 : 90)
Pendapat
ahli tersebut di atas memberikan kesan kepada kita bahwa tidak semua perbuatan
melawan hukum dapat dihukum. Perbuatan melawan hukum yang dilakukan secara
terpaksa dan tidak ada pilihan lain kecuali melakukannya, maka perbuatan
tersebut tidak dijatuhi hukuman karena keadaan darurat dan terpaksa, walaupun
perbuatannya itu tetap melawan hukum ( wederrechtelijk ), tapi dimaafkan
karena terpaksa dan dalam keadaan darurat.
(4).
Pembelaan Terpaksa yang Melampaui Batas
Di
atur dalam Pasal 49 ayat 2 yang berbunyi “Pembelaan terpaksa yang melampaui
batas, yang langsung disebabkan oleh keguncangan jiwa yang hebat karena
serangan itu atau ancaman serangan itu, tidak dipidana”. Penjelasan tentang
keguncangan jiwa yang hebat yang menyebabkan tidak dipidananya seseorang dapat
dilihat pada komentar berikut
Gerak
perasaan ini dapat berupa rasa ketakutan, rasa kebingungan, rasa marah, rasa
jengkel,dan sebagainya yang semua mungkin timbul selaku akibat dari serangan
terhadap dirinya, baik badan maupun kesusilaan ataupun barang miliknya sendiri
atau milik orang lain…Perbuatannya tetap tidak halal, hanya orangnya tidak
dapat dihukum…si pelaku dimaafkan karena perbuatannya tidak dapat
dipertanggungjawabkan kepadanya ( Wirjono Projodikoro, 2009 : 87)
(5).
Perintah Jabatan yang tidak Sah Dipandang Sah
Pasal
ini dirumuskan di dalam KUHP, sebagai berikut :
Perintah
jabatan tanpa wewenang, tidak menyebabkan hapusnya pidana, kecuali jika yang
diperintah, dengan itikad baik mengira bahwa perintah diberikan dengan wewenang
dan pelaksanaannya termasuk dalam lingkungan pekerjaannya ( Pasal 51 ayat 2
bahwa ).
Pasal
ini menjadi perlindungan bagi pegawai yang melakukan tugas dalam lingkungan
kerjanya, melakukan perbuatan yang diperintahkan oleh orang bukan yang
berwenang, namun ia dibebaskan dari hukuman karena adanya itikad baik.
Perbuatannya tetap melanggar hukum, namun ia dibebaskan karena adanya alasan
pemaaf.
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar